KPK: Kami Tidak Membidik Ormas NU, Tapi Uang Kuota Haji Itu Lari ke Mana?
- Tangkapan layar YouTube KPK RI
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menekankan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 tidak ditujukan kepada organisasi masyarakat keagamaan, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Fokus KPK hanya pada individu-individu yang diduga terlibat, khususnya mereka yang memiliki posisi di Kementerian Agama.
“Walaupun yang bersangkutan juga menjadi anggota atau pengurus di organisasi keagamaan, tetapi yang jelas adalah karena yang bersangkutan berdinas atau bertugas di Kementerian Agama,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025) malam.
Asep menjelaskan, penelusuran aliran dana dalam kasus ini memang bisa berkaitan dengan individu yang merangkap jabatan di ormas tertentu. Namun, hal tersebut bukan berarti lembaga organisasinya yang sedang dibidik.
“Selain bekerja di Kementerian Agama, mungkin dia bekerja di tempat lain atau menjadi bagian atau bahkan menjadi pimpinan dari suatu organisasi. Nah kami bergerak ke situ,” jelasnya.
Ia menegaskan kembali, “Jadi, kami tidak melakukan atau menargetkan organisasinya, tetapi uangnya itu lari karena mengikuti orangnya. Orangnya ada di mana, bekerja di mana, nah di situ kami lihat, pasti kan juga ada berkaitan dengan tempat yang bersangkutan bekerja.”
Kemenag RI gelar konferensi pers Closing Statement Sukses Haji 2024.
- Kemenag
Kasus dugaan korupsi haji ini sendiri telah naik ke tahap penyidikan sejak 9 Agustus 2025. Langkah tersebut diambil setelah KPK meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
KPK kemudian menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara. Dari perhitungan awal, kerugian ditaksir mencapai lebih dari Rp1 triliun. Pada 11 Agustus 2025, KPK juga mengumumkan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga pihak, termasuk mantan Menag Yaqut.
Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI sebelumnya juga mengungkap adanya kejanggalan dalam distribusi kuota haji 2024. Sorotan utama adalah pembagian kuota tambahan 20 ribu jamaah dari Arab Saudi yang dibagi rata, masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Pembagian tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menegaskan kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sedangkan sisanya 92 persen untuk kuota reguler. (ANTARA)
