Siswa Keracunan MBG, Sri Sultan: Kalau Masak Sayur Jam 2 Pagi, Dimakan Jam 10 Ya Mesti Layu
- Denden Ahdani-Tasikmalaya
Yogyakarta, VIVA – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X akhirnya angkat bicara terkait kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, peristiwa itu diduga dipicu keterbatasan tenaga katering yang terpaksa memasak sejak dini hari karena jumlah pesanan melebihi kapasitas.
"Mungkin masaknya jam setengah dua pagi. Kalau sayur (dimasak) jam setengah dua pagi, baru dimakan jam delapan atau jam 10 ya mesti layu (basi)," ujar Sultan di Yogyakarta, Jumat (19/9/2025).
Sri Sultan Hamengkubuwono X
- vstory
Ia menjelaskan, kasus tersebut kemungkinan besar muncul karena beban katering yang biasanya hanya 50 porsi meningkat dua kali lipat menjadi 100 porsi. Namun, jumlah tenaga masak tidak ditambah, sehingga penyedia layanan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus menyiapkan makanan jauh lebih awal.
"Biarpun (MBG) masih percobaan tapi dibebani jadi 100 porsi. Berarti kan dua kali lipat. Berarti apa? Mungkin masaknya jam setengah dua pagi," ucap Raja Keraton Yogyakarta itu.
Sebagai solusi, Sultan menilai perlu ada tambahan tenaga memasak agar makanan tidak disiapkan terlalu dini.
"Gimana menghindari seperti itu, tukang masaknya aja diperbanyak. Jadi tidak masak jam dua atau jam tiga pagi, lalu dimakan di jam delapan atau jam 10 ya mesti keracunan," ujarnya.
Mengenai pengawasan, ia menegaskan hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang menaungi sekolah-sekolah penerima program MBG.
"Ya berarti pemerintah daerah setempat, 'wong' sekolah-sekolah lha (Pemda DIY) mau mengawasi bagaimana," katanya.
Sultan juga menekankan bahwa persoalan higienitas memang penting, namun faktor waktu penyajian tetap lebih krusial.
"Kalau higienitasnya relatif itu. Tapi masak sayurnya, makin malam, bukan makin pagi, nih makin malam, mesti sudah dalam bentuk layu (basi)," ucapnya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan DIY mengungkapkan tengah melakukan kajian untuk kemungkinan menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) usai insiden keracunan massal tersebut. Salah satunya terjadi di Kabupaten Sleman pada 13 Agustus 2025, yang menimpa 212 siswa dari empat sekolah, yakni SMP Muhammadiyah 1 Mlati, SMP Muhammadiyah 3 Mlati, SMP Negeri 3 Mlati, dan SMP Pamungkas Mlati.
Seluruh siswa mengalami gejala usai menyantap makanan dari program MBG yang dikirim ke sekolah masing-masing. (ANTARA)
Â