Pemerintah Tindaklanjuti Putusan MK, Bakal Revisi UU Tapera

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat
Sumber :
  • Yeni Lestari/VIVA

Jakarta, VIVA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan pemerintah bakal menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera). Ia  memastikan segera menyiapkan perubahan undang-undang tersebut.

Menkum Supratman Sebut Ketum PPP yang Sesuai AD/ART Bakal Disahkan

"Jadi sampai dengan saat ini sebenarnya putusan MK itu, karena dinyatakan sebagai putusan yang inkonstitusional bersyarat, maka kita masih punya waktu 2 tahun untuk membenahi itu, tapi mudah-mudahan lebih cepat," ucap Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 30 September 2025.

Supratman menjelaskan pihaknya telah berkomunikasi dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait. Pemerintah, lanjut dia, sejatinya telah mengantisipasi bersama Menteri PKP telah menyiapkan RUU tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Dapat Kuota Tambahan FLPP, BTN Bisa Akad KPR 1.000 Unit Rumah per Hari Selama 2025

Ketua MK, Suhartoyo (tengah)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/bar

Sementara, RUU tersebut sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR tahun 2026. RUU itu juga bisa dibahas bersamaan dengan revisi UU Tapera.

Prabowo Resmikan Akad Massal 26 Ribu Rumah Subsidi di Cileungsi

"Bagi kami di Kementerian Hukum kan memang sudah mengantisipasinya bersama dengan Menteri Perumahan dan Permukiman, itu sudah menyiapkan Undang-Undang tentang Perumahan," ujar Supratman.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak lagi menjadi suatu kewajiban menyusul dikabulkannya uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.

MK dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin, menyatakan pasal jantung dari UU Tapera, yakni Pasal 7 ayat (1), bertentangan dengan konstitusi sehingga berkonsekuensi yuridis terhadap pasal-pasal lainnya dalam UU tersebut.

“Menyatakan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang, sebagaimana amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024.

Dalam pertimbangan hukum, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa relasi hukum antara masyarakat dan lembaga keuangan dibangun atas dasar kepercayaan dan kesepakatan bersama.

Menurut MK, unsur kesukarelaan dan persetujuan menjadi fondasi penting dalam pembentukan hukum dan konteks penyimpanan dana.

Sementara itu, Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera.

Oleh sebab itu, MK menyatakan penyematan istilah tabungan dalam program Tapera menimbulkan persoalan bagi pihak-pihak yang terdampak, dalam hal ini pekerja, karena diikuti dengan unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta Tapera.

Hakim MK Saldi Isra

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

“Sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas,” ucap Saldi.

Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori “pungutan lain” yang bersifat memaksa, sebagaimana dimaksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori “pungutan resmi lainnya”.

“Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan pemohon,” kata Saldi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya