Pariwisata Lesu, Warga Lombok Tengah Bertahan Dengan Ini
- ANTARA FOTO/Agvi Firdaus
VIVA – Dampak pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia, berdampak besar bagi berbagi sektor ekonomi, termasuk pariwisata. Salah satu desa yang sebagian besar warganya hidup dan bergantung dari kunjungan para turis, adalah Desa Taman Indah, Kabupaten Lombok Tengah. Akibat anjloknya sektor pariwisata, mereka pun terkena imbasnya.
Meski begitu, warganya tidak tinggal diam dan hanya menunggu pandemi berakhir. Perlahan tapi pasti, warga desa ini mulai unjuk gigi.
"Dengan pandemi ini, banyak sektor yang tidak berjalan lancar usahanya. Kita perlu mengalihkan dengan memanfaatkan yang ada di masyarakat. Pelatihan, pelatihan," kata Kapolres Lombok Tengah, AKBP Esty Setyo Nugroho, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 18 Juli 2020.
Baca juga:Â Pasien Sembuh Jatim Tertinggi Nasional Dalam 10 Hari Terakhir
Dengan dukungan dari TNI-Polri dan pemerintah setempat, Desa Taman Indah mulai bangkit. Warga banting setir dalam hal mata pencaharian dengan membentuk kelompok pengrajin kurungan ayam dan kelompok budidaya tanaman jamur tiram, serta hidroponik.
"Budidaya jamur, produksi anyaman bambu dan budidaya hidroponik merupakan program unggulan dari Desa Taman Indah. Begitulah cara warga bertahan hidup di tengah pariwisata yang saat ini redup," ujar Esty.
Warga desa yang terletak di Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini mampu meraup omset puluhan juta dengan usaha barunya ini. Esty menyebut, bahkan warga sudah memiliki merk untuk produk tanaman hidroponiknya.
"Hidroponik sudah ada labeling Badil Hidroponik. Ini pelakunya 7 warga. Mereka sebulan bisa memproduksi 300 kilogram tanaman hidroponik dengan harga satuannya Rp23 ribu. Omset per bulan Rp6,9 juta per petaninya," ujar Esty.
Esty menjelaskan lebih lanjut, kelompok warga yang membudidayakan jamur tiram berjumlah 20 orang dengan total produksi per bulan 500 kg. Mereka menjual jamur tiram seharga Rp20 ribu per kg dan omset yang didapat per bulannya Rp10 juta untuk masing-masing petani.
"Begitu juga di kelompok pengrajin kurungan ayam. Mereka lebih banyak, ada 25 orang. Sebulannya mampu membuat 500 buah kurungan ayam yang kemudian mereka jual dengan harga Rp65 ribu satu kurungan. Omset mereka perbulan kalau dikalikan saja hampir Rp49 juta," jelas Esty.