Tingkat Hunian Hotel Turun di Libur Lebaran Idul Fitri, Gegara Daya Beli Melemah

Kamar hotel
Sumber :
  • dokumentasi pegi-pegi

Jakarta, VIVA - Tingkat hunian hotel atau okupansi selama libur Lebaran Idul Fitri mengalami penurunan hingga 30 persen. Rendahnya tingkat hunian hotel ini didorong oleh melemahnya daya beli masyarakat hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani mengatakan, berdasarkan catatan PHRI okupansi hotel mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.

"Ya, itu benar (okupansi turun 30 persen). Bisa jadi begitu karena tadi masing-masing daerah berbeda-beda, tetapi semua sama trennya turun, lebih rendah dari tahun lalu," ujar Hariyadi saat dihubungi VIVA Minggu, 30 Maret 2025.

Hariyadi menyebut, okupansi hotel di beberapa tempat mengalami penurunan. Namun, untuk di destinasi favorit okupansi hotel masih relatif tinggi.

Dia menjelaskan, untuk di wilayah Solo, Cirebon, dan Semarang tingkat hunian hotel hanya penuh di hari pertama lebaran Lebaran Idul Fitri hingga H+4 lebaran, atau di tanggal 31 Maret hingga 3 April 2025.

"Nah jadi kelihatannya si pemudik ini lebih cepat pulangnya. Jadi, liburannya nggak sampai akhir tanggal 6 atau 7," jelasnya.

Sedangkan di wilayah Yogyakarta okupansi hotel masih cukup baik. Masyarakat yang menginap di hotel hingga tanggal 6 April 2025, namun masih rendah dari tahun sebelumnya.

"Yogyakarta itu tahun lalu masih bisa dapet antara 80-85 persen. Nah, sekarang itu mereka hanya sekitar 70-75 persen gitu, jadi memang lebih rendah," terangnya.

Pramono Buat Ingub, Minta Hotel Bintang 5 Bernuansa Betawi Selama 2 Bulan

Lalu untuk di Bali, tahun sebelumnya okupansi hotel mencapai 60-65 persen. Namun, saat ini tingkat hunian hanya di kisaran 45-50 persen.

"Misalnya Bali itu tahun lalu masih bisa dapet 60-65 persen, yang di Bali Selatan, Badung. Nah, tapi sekarang mungkin hanya dapet antara 45-50 persen," katanya.

Pramono Kasih Diskon Pajak 50 Persen Buat Industri Hotel dan Sektor Kuliner

Hariyadi melanjutkan, turunnya okupansi hotel ini dikarenakan melemahnya daya beli masyarakat. Hal ini karena turunnya pendapatan masyarakat akibat pemotongan anggaran hingga adanya PHK.

"Ya, itu masalah daya beli ya, daya belinya berkurang mungkin karena pendapatannya juga turun. Ini kan impact dari pemotongan anggaran, lalu juga dari PHK, kan juga PHK banyak. PHK yang terselubung yang nggak diumumkan juga banyak juga. Jadi masyarakat memang mungkin pendapatannya turun jauh," katanya.

BTN Tebar Harga Khusus hingga Diskon Hotel Buat Peserta JAKIM 2025, Ini Daftarnya

Kendati demikian, Hariyadi mengatakan penurunan okupansi hotel ini tidak sedalam periode Covid-19 yang melanda Indonesia pada beberapa tahun belakangan.

"Kalau Covid itu kan sama sekali orang nggak boleh beraktifitas, itu sih yang paling parah. Nggak, nggak (penurunan sedalam Covid). Covid itu yang paling parah sepanjang sejarahnya untuk sektor akomodasi," imbuhnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Widodo

Kemenkum: Royalti Musik untuk Pencipta, Bukan Masuk Kas Negara

Beban royalti musik akan diberikan kepada pencipta karya, bukan sebagai pajak atau cukai yang dikumpulkan untuk negara.

img_title
VIVA.co.id
6 Agustus 2025