BPS Ungkap Tren Perdagangan RI-AS Selama 10 Tahun Terakhir yang Bikin Trump Kenakan Tarif
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta, VIVA – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump telah mengumumkan pengenaan tarif impor sebesar 32 persen terhadap Indonesia. Pengenaan tarif ini lantaran AS mengalami defisit perdagangan Indonesia, namun penerapan tarif ini memang sedang tunda dan dinegosiasikan selama 90 hari.
Lantas bagaimana tren perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat?
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan sejak tahun 2015 hingga tahun 2024 total nilai perdagangan Indonesia dan AS secara umum mengalami tren yang kenaikan.
"Tren peningkatan neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika terlihat lebih didorong oleh tren peningkatan neraca perdagangan non migas, untuk perdagangan migas Indonesia mengalami defisit," ujar Amalia dalam konferensi pers, Senin, 21 April 2025.
Ekspor-Impor.
- VIVA/M Ali Wafa
Berdasarkan data BPS, pada 2015 perdagangan Indonesia ke AS surplus sebesar US$8,65 miliar, 2016 sebesar US$8,84 miliar, 2017 senilai US$9,67 miliar, 2018 sebesar US$8,26 miliar, 2019 senilai US$8,58 miliar.
Kemudian pada 2020 sebesar US$10,04 miliar, 2021 sejumlah US$14,54 miliar, 2022 US$16,57 miliar, 2023 US$11,97 miliar, 2024 sebesar US$14,34 miliar, dan pada periode Januari-Maret 2025 neraca perdagangan RI kembali surplus sebesar US$4,32 miliar.
"Surplus neraca perdagangan tertinggi dengan Amerika Serikat terjadi pada tahun 2022 yakni sebesar US$16,57 miliar," katanya.
Komoditas Utama Perdagangan RI dengan AS pada Januari-Maret 2025
Amalia menjelaskan, sepanjang Januari-Maret 2025 komoditas utama yang diperdagangkan dengan AS adalah non migas. Untuk komoditas utamanya adalah mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian dan aksesorisnya, serta alas kaki.
Bila dirinci, untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik nilai ekspor mencapai US$1,220,35 miliar atau mencakup 16,71 persen, alas kaki nilainya US$657,90 juta atau share 9,01 persen, pakaian dan aksesorisnya rajutan sebesar US$629,25 juta atau 8,61 persen, dan pakaian dan aksesorisnya bukan rajutan sebesar US$568,46 juta atau 7,78 persen.