Negosiasi Alot jadi Penyebab Pemerintah Depak LG dari Proyek Baterai
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA – Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani mengungkap penyebab alasan LG Energy Solution tak lagi melanjutkan proyek baterai mobil senilai US$9,8 miliar di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa pemerintah memutus kontrak itu karena negosiasi berlangsung alot dengan pihak LG.
“Karena memang negosiasi ini berjalan terlalu lama, kita ingin semua berjalan dengan baik dan cepat. Karena negosiasi sudah berlangsung 5 tahun, nggak mungkin kan proyek itu berjalan lama gitu kan, maka dikeluarkan sama pak bahlil dikirimkan pak Bahlil ke LG Chem dan LG Energy Solution," ujar Rosan kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, dikutip Kamis, 24 April 2025.
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Maka itu, pemerintah meminta pihak LG untuk mundur dari megaproyek tersebut. Permintaan ini lakukan dengan pemberian surat resmi oleh Kementerian ESDM yang dipimpin Bahlil Lahadalia sejak 31 Januari lalu.
“Karena negosiasi sudah berlangsung 5 tahun, nggak mungkin kan proyek itu berjalan lama gitu kan, maka dikeluarkan sama pak bahlil dikirimkan Pak Bahlil ke LG Chem dan LG Energy Solution," ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah langsung memberikan lampu hijau untuk perusahaan asal China, Huayou, menggantikan posisi LG. Pemerintah memilih Houyou karena sudah siap untuk bergabung dan memiliki teknologi yang sudah mumpuni.
“Karena memang dari Huayo juga berminat untuk berinvestasi, karena mereka teknologi juga sudah ada. Mereka yang akan mereplace posisi LG,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Konsorsium Korea Selatan (Korsel) yang dipimpin oleh LG telah memutuskan untuk menarik proyek senilai sekitar 11 triliun won atau Rp 130,7 triliun di Indonesia. Proyek yang dimaksud adalah pembangunan rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Menurut sumber dari kantor berita Yonhap, konsorsium tersebut meliputi LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya. Sebelumnya, mereka telah menyatakan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan sejumlah perusahaan milik negara untuk membangun "rantai nilai menyeluruh" untuk baterai EV.
Dalam inisiatif tersebut, mereka berencana untuk membangun seluruh proses mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai. Seperti diketahui, Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, bahan utama dalam baterai EV.
Sumber tersebut pun mengatakan, bahwa konsorsium itu telah memutuskan untuk menarik proyek tersebut setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia. Alasannya, karena adanya pergeseran dalam lanskap industri, khususnya yang disebut "jurang" EV, yang merujuk pada perlambatan sementara atau puncak permintaan EV global.
"Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut. Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group," kata seorang pejabat dari LG Energy Solution.