KPR Ditolak Bukan Cuma Karena SLIK, Ini Faktor Penentu dari Bank

ilustrasi perumahan (dok: BP Tapera)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta, VIVA - Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan disetujui atau tidaknya permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh perbankan. Penilaian atas pengajuan kredit tetap dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan berbagai aspek keuangan calon debitur.

Pantas Kelas Menengah Sulit Kaya! Ini 8 Kebiasaan Sepele Bikin Dompet Tipis

Sebagaiamana yang diketahui, data pada SLIK digunakan para lembaga keuangan, seperti bank dan perusahaan pembiayaan, untuk menilai kelayakan calon debitur dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan. Namun, tidak bisa disebut bahwa SLIK adalah penentu mutlak dalam permohoan KPR.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menegaskan keberadaan data di SLIK tidak serta-merta menjadi penghalang bagi seseorang dalam mengakses KPR. Ia menambahkan, keputusan kredit tetap mempertimbangkan penilaian menyeluruh terhadap kapasitas finansial calon debitur.

BAW Soroti Tiga Kejanggalan Pengelolaan Keuangan di PT Migas Kota Bekasi

“SLIK bukan penghalang mutlak karena ada penilaian ulang menyeluruh terhadap kapasitas finansial debitur,” ujar Josua kepasa para awak media di Jakarta pada Rabu, 25 Juni 2025. 

SLIK OJK

Photo :
  • Istimewa
LPS Ungkap Strategi Cegah Risiko Keuangan Bisnis UMKM

SLIK menggantikan peran BI Checking yang bertujuan mencatat riwayat kredit debitur secara terpusat. Sistem ini dirancang untuk mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan manajemen risiko di sektor perbankan. 

Laporan perbankan ke OJK menunjukkan kredit termasuk KPR yang ditolak karena faktor SLIK jumlahnya berkisar 1-3 persen dari jumlah total pengajuan kredit. Data ini mencerminkan bahwa pihak bank masih membuka peluang bagi debitur selama profil keuangan mereka dinilai layak.

Dalam menilai kelayakan kredit, Josua menuturkanp penerapkan prinsip  5C oleh pihak perbankan guna mengevuasi kelayakan kredit. Prinsip-prinsip tersebut meliputi Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition.

Menurut Josua, faktor capacity atau kemampuan membayar menjadi perhatian utama dengan rasio cicilan terhadap pendapatan biasanya dibatasi maksimal 30–40 persen. Stabilitas penghasilan, terutama dari pekerjaan formal, akan meningkatkan peluang persetujuan.

Dari sisi capital, besaran uang muka (down payment) juga menjadi pertimbangan penting. Semakin besar DP yang disetorkan, semakin kecil risiko yang ditanggung bank. 

“Meskipun ada pelonggaran DP (Down Payment) 0 persen, bank tetap memperhatikan kesiapan dana pribadi debitur,” lanjut Josua.

Dari aspek collateral, properti yang dijadikan jaminan harus memenuhi syarat legalitas, nilai pasar yang sesuai, serta berada di lokasi yang strategis. Rumah yang tidak layak atau berada di lokasi kurang mendukung bisa berujung pada penolakan permohonan kredit.

Faktor tambahan seperti status pekerjaan, masa kerja, dan usia debitur juga diperhatikan. Calon debitur yang mendekati usia pensiun, misalnya, memiliki risiko tenor terbatas dan perlu pertimbangan tambahan, termasuk dari sisi asuransi jiwa.

“Keputusan akhir persetujuan KPR lebih ditentukan oleh profil risiko secara menyeluruh sesuai prinsip kehati-hatian perbankan,” ucap Josua.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdilah, menyebut bahwa keberadaan data SLIK menjadi hambatan bagi banyak calon debitur dalam mendapatkan KPR. Namun, data dan penjelasan dari kalangan perbankan menunjukkan bahwa proses evaluasi kredit mencakup banyak aspek yang lebih luas dari sekadar histori SLIK semata.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya