Jual Beli Rumah Seret, Ternyata Ini 5 Biang Kerok Lesunya Pasar Properti
- Pexels.com
Jakarta, VIVA – Di tengah kondisi pasar properti residensial yang lesu, Bank Indonesia membeberkan sejumlah faktor utama yang menghambat laju penjualan rumah di Indonesia. Salah satu sorotan utama adalah soal suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan perizinan, yang dinilai masih menjadi momok bagi konsumen maupun pengembang.
Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Triwulan II 2025, Bank Indonesia mencatat bahwa penjualan properti residensial di pasar primer mengalami kontraksi sebesar 3,80% (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan 0,73% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Kelesuan ini disebabkan oleh turunnya penjualan rumah hampir di semua segmen, terutama rumah tipe besar dan menengah. Di tengah perlambatan ini, BI mengidentifikasi lima faktor utama yang menghambat penjualan.
Suku bunga KPR disebut sebagai penyebab signifikan, dengan persentase responden yang menyebutnya sebagai hambatan mencapai 15,00%. Selain itu, masalah perizinan dan birokrasi juga menempati posisi kedua tertinggi dengan kontribusi sebesar 15,13%.
ilustrasi perumahan (dok: BP Tapera)
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
“Beberapa faktor utama yang menghambat penjualan properti residensial di pasar primer meliputi kenaikan harga bahan bangunan (19,97%), masalah perizinan/birokrasi (15,13%), suku bunga KPR (15,00%), proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (11,38%), serta perpajakan (8,66%),” demikian laporan resmi Bank Indonesia, seperti dikutip pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Tingginya suku bunga KPR mempersulit akses pembiayaan bagi masyarakat, terutama generasi muda dan kelas menengah yang sangat bergantung pada fasilitas kredit untuk membeli rumah. Sementara itu, perizinan yang lamban dan kompleks sering kali menahan laju pasokan rumah dari sisi pengembang.
Dari sisi penyaluran kredit, nilai KPR memang masih tumbuh, tetapi melambat. Pada triwulan II 2025, total nilai KPR naik 7,81% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,13% (yoy).
Secara triwulanan, pertumbuhan juga turun menjadi 1,32% (qtq) dari 2,54% (qtq) sebelumnya.