Tarif Trump Bikin Geger, Begini Dampaknya untuk Pasar Asia Termasuk Indonesia
- CBS News
VIVA – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali bikin geger dunia perdagangan. Belum lama ini, ia menetapkan tarif impor baru sebesar 19 persen untuk produk asal Indonesia. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi dagang agresif Trump yang diklaim akan membawa manufaktur kembali ke AS.
Di sisi lain, produk-produk asal Amerika justru bebas masuk ke Indonesia tanpa dikenakan bea masuk alias tarif nol persen. Perjanjian ini, memicu kekhawatiran soal dampaknya bagi pelaku usaha dalam negeri dan ekonomi Asia secara keseluruhan.
Apa Itu Tarif Impor dan Mengapa Diberlakukan?
Sebagaimana diketahui, tarif impor adalah pajak yang dikenakan pemerintah suatu negara terhadap barang-barang yang masuk dari luar negeri. Tujuannya biasanya untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan luar serta meningkatkan pendapatan negara.
Namun, dalam praktiknya, biaya tarif ini akan dibebankan pada importir, yang kemudian meneruskannya kepada konsumen dalam bentuk harga jual yang lebih tinggi.
Ekonom Saul Eslake menguak dampaknya kepada para pelaku pasar dan konsumen global, terutama di Asia. "Yang paling terbebani dari tarif ini adalah pelaku usaha Amerika dan konsumen Amerika yang harus membayar lebih mahal atas barang-barang impor yang dikenai tarif," ujarnya seperti dikutip dari ABC, Kamis, 17 Juli 2025.
Indonesia Dikenai Tarif 19 Persen
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kecewa dengan Iran dan Israel
- Ist
Pada 15 Juli 2025, Donald Trump mengumumkan bahwa produk asal Indonesia akan dikenai tarif impor sebesar 19 persen. Menariknya, dalam perjanjian tersebut, produk dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia justru dibebaskan dari bea masuk atau tarif nol persen.
“Mereka (Indonesia) akan membayar 19 persen, dan kami (Amerika) tidak akan membayar apa pun,” kata Trump dalam pidatonya di Washington. Tarif baru ini sebenarnya lebih rendah dari sebelumnya, yaitu 32 persen.
Dampaknya ke Ekonomi Indonesia dan Kawasan Asia
Menurut Profesor Robert Brooks dari Monash University, yang paling terdampak dari tarif ini tetaplah masyarakat AS, karena mereka harus membayar lebih mahal untuk barang impor. Namun, negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, juga tak lepas dari efeknya.
“Konsumen di negara-negara Asia akan terdampak secara tidak langsung karena ekonomi mereka menjadi kurang bergairah dan pertumbuhannya melambat akibat arus perdagangan yang terganggu,” ujar Brooks.
Sementara itu, Saul Eslake menambahkan bahwa produsen di Asia akan dirugikan jika mereka memutuskan untuk menanggung beban tarif sendiri, sehingga margin keuntungan menurun. Kemudian, apabila meneruskan tarif dalam bentuk harga jual yang lebih tinggi, bisa berpotensi kehilangan pangsa pasar karena menjadi kurang kompetitif.
Di sisi lain, negara-negara Asia bisa saja mendapat manfaat jika China, yang juga dikenai tarif tinggi, mulai mengalihkan produknya ke pasar Asia dengan harga yang lebih murah.
Lebih lanjut, dengan tarif nol persen untuk barang AS yang masuk ke Indonesia, konsumen dalam negeri bisa mendapat produk-produk AS dengan harga lebih kompetitif. Namun, ini bisa jadi tantangan bagi produsen lokal yang harus bersaing dengan barang impor yang lebih murah.
Di sisi lain, eksportir Indonesia, terutama di sektor tekstil, alas kaki, dan barang manufaktur ringan, harus bersiap menghadapi tekanan biaya akibat tarif 19 persen saat masuk pasar AS.
Negara Asia Punya Dua Pilihan: Tunduk atau Melawan
Menurut Eslake, negara-negara Asia hanya punya dua pilihan dalam menghadapi kebijakan tarif Trump, yaitu menuruti tuntutan AS, seperti menurunkan tarif dan hambatan perdagangan lainnya, meski berisiko diminta lebih banyak konsesi di masa depan.
Atau, menolak dan menerima konsekuensi tarif, atau bahkan melakukan balasan dengan mengenakan tarif terhadap barang-barang dari AS, meski ini bisa berdampak negatif ke konsumen lokal mereka sendiri.
“Balas membalas tarif hanya akan menciptakan efek tembak-menembak (tarif) tak henti yang merugikan semua pihak,” kata Eslake.