Sektor Usaha di Indonesia yang Dinilai Dapat Angin Segar Kebijakan Tarif Impor AS 19 Persen
- ANTARA/Prasetyo Utomo
Jakarta, VIVA – Negosiasi langsung Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden AS Donald Trump, menghasilkan kesepakatan menetapkan tarif baru sebesar 19 persen terhadap produk ekspor asal Indonesia, jauh lebih rendah dari rencana sebelumnya sebesar 32 persen. Langkah ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tarif terendah kedua di kawasan ASEAN, setelah Singapura.
Analis dari Macquarie Sekuritas Indonesia, Ari Jahja menilai keputusan ini memberikan keunggulan kompetitif bagi Indonesia di pasar Amerika. Terutama bagi sektor padat karya.
“Tarif 19 persen dari AS terhadap ekspor Indonesia menempatkan kita dalam posisi yang relatif lebih baik dibandingkan banyak negara pesaing,” kata Ari dalam risetnya, dikutip Jumat, 18 Juli 2025.
Dia menjabarkan sektor-sektor tersebut antara lain pakaian dan aksesoris, alas kaki, serta mesin dan peralatan listrik. Yang, diketahui menyumbang sekitar 42 persen dari total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
“Penurunan tarif ini menjadi angin segar bagi sektor padat karya dan dapat mendukung lapangan kerja formal, seperti di sektor pakaian, alas kaki, serta mesin dan peralatan listrik,” ungkapnya.
Presiden Prabowo Subianto menelpon Presiden AS Donald Trump terkait tarif
- IG Prabowo
Sebagai bagian dari kesepakatan dagang, Indonesia juga berkomitmen membeli produk energi asal AS senilai US$15 miliar, produk pertanian seperti gandum dan kedelai senilai US$4,5 miliar, dan 50 unit pesawat Boeing.
Langkah ini dinilai strategis dalam memperkuat hubungan ekonomi bilateral sekaligus mengamankan akses ekspor utama Indonesia. “Kita memang tidak mengenakan tarif pada ekspor AS, namun imbal baliknya Indonesia mendapatkan akses yang lebih besar dan stabil ke pasar AS,” ujar Ari.
Ekspor furniture Jepara ke Amerika Serikat terdampak tarif Trump
- tvONe
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika dibandingkan dengan negara-negara eksportir utama ke Amerika, tarif Indonesia jauh lebih rendah. Untuk kategori tekstil, Indonesia hanya dikenakan tarif 19 persen, lebih rendah dari Vietnam (20 persen), India (26 persen), hingga China yang dikenakan tarif 55 persen. Bahkan beberapa negara seperti Bangladesh dan Kamboja dikenakan tarif masing-masing 35 persen dan 36 persen.
Keputusan AS memangkas tarif ini dinilai sangat krusial dalam menjaga daya saing Indonesia di tengah ketatnya persaingan perdagangan global. Namun Ari juga mengingatkan bahwa kebijakan ini harus diiringi dengan deregulasi di dalam negeri agar momentum ini bisa dioptimalkan.
“Deregulasi tetap menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing ekspor Indonesia secara menyeluruh,” tutupnya.