Kejar Target NDC di 2030, Indonesia Butuh Investasi hingga Rp 4.648,6 Triliun
- [Istimewa]
Jakarta, VIVA – Pemerintah Indonesia telah menargetkan upaya penurunan emisi menuju Net-Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang atau lebih cepat. Sejumlah sektor yang dibidik dan bakal menjadi fokus utama pemerintah guna mencapai target tersebut, antara lain yakni sektor kehutanan, energi, dan industri.
Program Manager Dekarbonisasi Industri dari Institute for Essential Service Reform (IESR), Juniko Nur Pratama mengatakan, untuk mengejar target Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 saja, pemerintah Indonesia setidaknya membutuhkan investasi hingga mencapai US$285 miliar atau sekitar Rp 4.648.6 triliun (asumsi kurs Rp 16.311 per dolar AS).
Ilustrasi emisi karbon
- ist
"Indonesia butuh investasi setidaknya US$285 miliar, yang selaras dengan target iklim untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) di tahun 2030 mendatang," kata Juniko di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025.
Dia memperkirakan investasi sebesar itu berpotensi membuka lapangan pekerjaan untuk 1,7 juta orang, hingga tahun 2045 mendatang. Bahkan, realisasi investasi itu juga bisa berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar Rp 638 triliun di tahun 2030.
Meski demikian, Juniko membeberkan adanya 5 pilar dalam upaya mewujudkan emisi nol bersih alias Net-Zero Emission (NZE), khususnya di sektor perindustrian. Antara lain yakni dekarbonisasi ketenagalistrikan, subtitusi bahan bakar ramah lingkungan, peningkatan efisiensi energi, efisiensi sumber daya, serta teknologi ramah lingkungan dan penangkapan karbon (CCUS).
Terlebih, PP 33/3023 juga telah mendorong sektor industri agar bisa menghemat 5,28 MTOE pada tahun 2030. Meskipun dalam perkembangannya, hingga tahun 2030 hanya 217 dari 450 industri yang telah melaporkan upaya menejemen energinya.
“Dari hasil analisis IESR, beberapa industri di Indonesia telah memiliki intensitas energi yang cukup baik dibanding dengan rata-rata global. Namun dalam mencapai emisi nol bersih, upaya yang lebih ambisius masih sangat diperlukan," ujarnya.
Kondisi udara di Jakarta yang penuh polusi.
- VIVA/M Ali Wafa
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA), Harry Warganegara mengatakan, para pelaku di sektor industri besi dan baja saat ini masih menjadikan penerapan industri hijau sebagai pilihan semata.
Dia bahkan mengakui jika masih sedikit anggota IISIA yang telah menerapkan konsep industri hijau dalam bisnisnya. Namun, Dia memastikan bahwa ketertarikan industri besi dan baja di Tanah Air masih cukup tinggi untuk menerapkan konsep industri hijau tersebut.
"Penerapan industri hijau di sektor industri besi dan baja masih sekedar tahap himbauan atau pilihan, bukan tuntutan paksaan atau keseharusan. Bahkan kalau dari anggota IISIA memang masih sedikit (yang menerapkan industri hijau), karena butuh investasi yang sangat tinggi dan insentif yang menggiurkan untuk industri. Tapi minat pelaku industri untuk menerapkan industri hijau itu masih tinggi," ujarnya.