15 Profesi Ini Terancam Hilang di 2030, Beberapa Masih Jadi Ladang Nafkah Warga RI
- Arabian Business.
Jakarta, VIVA – Pergeseran dunia kerja semakin terasa nyata. Tak hanya mengganti cara kita bekerja, kemajuan teknologi seperti AI dan otomatisasi kini juga mengancam keberadaan berbagai profesi yang selama ini dianggap “aman.”
Banyak perusahaan global kini mulai mengevaluasi efisiensi kerja manusia versus mesin, dan hasilnya cukup mencengangkan.
Menurut laporan The Future of Jobs Report 2025 dari World Economic Forum (WEF), sebanyak 15 pekerjaan diprediksi akan menyusut secara signifikan hingga tahun 2030. Survei ini melibatkan lebih dari 1.000 perusahaan di seluruh dunia yang mewakili lebih dari 14 juta karyawan.
Hasilnya menunjukkan tren yang tak bisa diabaikan, terutama bagi para pekerja kantoran dan administratif.
1. Petugas Layanan Pos (Postal Service Clerks): – 40 persen
Pekerjaan yang sangat rutin dan administratif ini menjadi yang paling terancam, karena mesin kini mampu menyortir, mendata, bahkan menangani logistik lebih cepat dari manusia.
2. Teller Bank dan Petugas Terkait: – 35 persen
Dengan hadirnya digital banking dan mobile apps, banyak nasabah tak lagi membutuhkan interaksi langsung di cabang fisik.
3. Petugas Entri Data: – 34 persen
Otomatisasi dan sistem AI sudah dapat melakukan input data dalam jumlah besar tanpa kesalahan manusia.
4. Kasir dan Petugas Tiket: – 30 persen
Self-checkout dan e-ticketing membuat profesi ini makin jarang dibutuhkan, terutama di ritel dan transportasi.
5. Asisten Administratif dan Sekretaris Eksekutif: – 28 persen
Banyak tugas administratif kini bisa dilakukan AI, mulai dari jadwal hingga penyusunan dokumen.
6. Pekerja Percetakan dan Industri Terkait: – 26 persen
Penurunan permintaan cetak fisik membuat profesi ini ikut terkena dampaknya.
7. Petugas Akuntansi, Pembukuan, dan Penggajian: – 24 persen
Perangkat lunak akuntansi otomatis memotong kebutuhan tenaga kerja manual.
8. Petugas Gudang dan Staf Pencatat Material: – 22 persen
Robot dan sistem stok otomatis menggantikan manusia dalam pencatatan dan pemindahan barang.
9. Petugas Transportasi dan Kondektur: – 21 persen
Kendaraan otonom dan sistem tiket digital meminimalkan peran petugas lapangan.
10. Pedagang Keliling dan Penjual Jalanan: – 20 persen
E-commerce dan metode pembayaran digital mengurangi interaksi langsung di jalanan.
11. Desainer Grafis: – 20 persen
Alat desain berbasis AI seperti Canva dan Midjourney mengurangi kebutuhan tenaga desain tradisional.
12. Penilai Klaim dan Investigator Asuransi: – 19 persen
Sistem analitik dan data berbasis AI kini bisa membaca pola klaim dengan lebih akurat.
13. Pejabat Hukum: – 18 persen
Banyak tugas legal seperti pencarian preseden dan review dokumen kini bisa dibantu AI.
14. Sekretaris Hukum: – 17 persen
Otomatisasi dalam pembuatan dokumen hukum membuat profesi ini semakin berkurang.
15. Telemarketer: – 16 persen
Chatbot dan sistem pemasaran digital sudah menggantikan sebagian besar peran telepon langsung.
Mengapa Ini Terjadi?
Laporan WEF menyoroti bahwa perubahan ini dipicu oleh gabungan antara AI, robotika, dan sistem otomatis canggih. Semakin banyak tugas yang dapat dilakukan mesin secara cepat, akurat, dan murah dibandingkan tenaga manusia. Bahkan bidang kreatif seperti desain dan hukum tak luput dari imbasnya.
Hal ini tentu menjadi alarm bagi pekerja di sektor-sektor tersebut untuk segera melakukan reskilling atau upskilling. Kemampuan seperti berpikir kritis, pemecahan masalah kompleks, penguasaan teknologi, dan kolaborasi lintas fungsi kini menjadi modal penting untuk bertahan.
Pergeseran ini bukan sekadar perubahan teknologi, tetapi transformasi besar dalam cara kita bekerja. Dunia kerja masa depan menuntut adaptasi, dan semakin cepat seseorang merespons, semakin besar peluang untuk tetap relevan.