Makin Banyak Sarjana Gen Z Jadi Pengangguran, Efek AI?
- Freepik
Jakarta, VIVA – Dulu kuliah dianggap sebagai tiket emas menuju masa depan cerah. Namun realita di tahun 2025 menunjukkan cerita yang berbeda, terutama bagi pria Gen Z. Terlepas dari gelar sarjana yang dimiliki, banyak dari mereka tetap kesulitan menembus pasar kerja.
Menurut riset terbaru, gelar perguruan tinggi tak lagi memberi keunggulan signifikan saat melamar pekerjaan. Data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran pria usia 22–27 tahun, baik yang kuliah maupun tidak, kini nyaris sama.Â
Hal ini menjadi alarm bahwa nilai gelar akademik semakin luntur di mata perusahaan. Mengapa?
Berdasarkan survei dari Current Population Survey di Amerika Serikat yang dikutip Financial Times, Rabu, 30 Juli 2025, tingkat pengangguran lulusan baru perguruan tinggi mencapai 5,5%. Meski masih lebih rendah dibanding angka pengangguran umum usia 22–27 tahun (6,9 persen), kesenjangannya terus menyempit.
Lebih mengejutkan lagi, pria dengan gelar sarjana kini memiliki tingkat pengangguran yang hampir setara dengan pria yang tidak kuliah. Padahal, satu dekade lalu, perbedaannya sangat besar. Tahun 2010, pengangguran pria yang tidak kuliah mencapai 15%, sementara lulusan kuliah hanya 7%.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah dari gelar kuliah dalam dunia kerja kian melemah. "Keuntungan di pasar kerja yang dulunya dijanjikan oleh gelar sarjana kini nyaris hilang. Perusahaan tak lagi terlalu peduli dengan latar pendidikan saat merekrut untuk posisi entry-level," demikian seperti dikutip dari Fortune, Selasa, 29 Juli 2025.
Ilustrasi wisuda.
- Pixabay/Pexels
Perempuan Lulusan Kuliah Lebih Mudah Dapat Kerja
Sementara pria lulusan kuliah kesulitan mendapat pekerjaan, kondisinya berbeda bagi wanita. Tingkat pengangguran perempuan lulusan kuliah hanya sekitar 4%, jauh lebih rendah dibanding pria lulusan kuliah yang mencapai 7%.
Alasannya? Banyak perempuan memilih jurusan atau karier di sektor kesehatan, yang memang mengalami pertumbuhan pesat dan lebih tahan terhadap gejolak ekonomi.
"Industri kesehatan dianggap tahan resesi karena kebutuhan medis akan selalu ada," jelas Priya Rathod, pakar karier dari Indeed.
Selain itu, perempuan cenderung lebih fleksibel dalam menerima tawaran kerja, meski pekerjaan tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan cita-cita atau kualifikasi mereka. "Perempuan biasanya lebih terbuka terhadap pekerjaan paruh waktu, pekerjaan yang tidak sesuai tujuan karier, atau bahkan pekerjaan di bawah kualifikasi mereka," ujar Lewis Maleh, CEO perusahaan rekrutmen Bentley Lewis.
Sebaliknya, banyak pria memilih menunggu pekerjaan yang lebih ideal dan bergaji tinggi, yang membuat mereka lebih lama menganggur.
Banyak yang Beralih ke Jalur Vokasi
Karena realita kerja yang tidak seindah ekspektasi, banyak pria Gen Z memutuskan untuk tidak kuliah dan beralih ke jalur keterampilan teknis atau vokasi. Menurut Pew Research Center, jumlah mahasiswa perguruan tinggi menurun 1,2 juta orang antara 2011–2022, dengan penurunan terbesar dari kelompok pria (sekitar 1 juta).Â
Pada saat yang sama, jumlah siswa sekolah vokasi dua tahun naik 20% sejak 2020, setara dengan tambahan 850.000 pelajar baru. "Pekerjaan teknis seperti tukang kayu atau montir menawarkan peluang besar dengan gaji tinggi," kata Daniel Lubetzky, miliarder dan juri acara Shark Tank.
"Pelatihan vokasi bisa menjadi alternatif nyata bagi mereka yang punya ide bagus, ingin langsung kerja, dan tidak merasa kuliah itu wajib."
Fenomena NEET: Gen Z Menganggur Tanpa Arah
Data juga menunjukkan bahwa 11% Gen Z tergolong NEET (Not in Employment, Education, or Training) alias tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak dalam pelatihan. Pria lulusan kuliah cukup banyak masuk kategori ini, karena merasa putus asa setelah gagal mendapat pekerjaan meski sudah melamar selama berbulan-bulan.
Gelar Saja Tidak Cukup
Tren ini menjadi peringatan bagi Anda, terutama lulusan baru, bahwa gelar sarjana bukan satu-satunya kunci sukses. Dunia kerja kini lebih menghargai keterampilan praktis, fleksibilitas, dan kecepatan adaptasi.
Bukan berarti kuliah tidak penting, tapi Anda perlu memperkaya diri dengan soft skills, pengalaman kerja, serta siap mempertimbangkan jalur karier alternatif seperti vokasi. Dunia berubah, dan begitu pula cara kita meraih masa depan.