Faktor Ekonomi Sebabkan Keterbatasan Akses Masyarakat pada Makanan Bergizi
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Jakarta, VIVA – Portal data statistik ekonomi dan bisnis, Databoks melaporkan, masalah ekonomi dan kemiskinan telah membuat sebagian masyarakat di Indonesia hanya bisa mengakses makanan secara terbatas.
Bahkan, ada sebagian masyarakat yang sampai harus mengganti konsumsi susu hariannya dengan produk kental manis, karena lebih terjangkau secara ekonomi. Data menunjukkan bahwa 7 dari 10 kabupaten/kota dengan pengeluaran per kapita tertinggi untuk membeli susu kental manis, berada di Papua.
Bahkan, penelitian yang juga dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang (Unnes) mencatat, ketujuh kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, serta Kabupaten Nagan Raya.
"Data yang sama menyebut, rata-rata pengeluaran per kapita secara nasional untuk membeli susu kental manis adalah Rp 257,5 per kapita per minggu," ujar Koordinator Penelitian dari Prodi Gizi FK Unnes, Dr. Mardiana, dalam keterangannya, Senin, 11 Agustus 2025.
Konsumen memilih produk susu kental manis di salah satu mini market di Pasar Baru, Jakarta.
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Dia menjelaskan, salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, budaya, dan ketersediaan produk. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan akses terhadap ketersediaan produk susu lainnya, yang juga berkaitan dengan kemampuan masyarakat secara ekonomi.
Mardiana mengatakan, masih maraknya kebiasaan konsumsi kental manis sebagai minuman susu anak dan balita oleh masyarakat, turut diperkuat oleh sejumlah riset dan penelitian yang dilakukan kalangan akademisi. Penelitian itu juga mendata 100 balita di Kecamatan Semarang Utara dan Gunungpati, yang rutin mengonsumsi kental manis sebagai pengganti susu pertumbuhan setiap hari.
Balita ini menjadi bagian dari penelitian yang tengah dilakukan, untuk menggali pengetahuan ibu terhadap kandungan kental manis, pemahaman gizi seimbang, serta dampaknya terhadap kesehatan balita.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, mereka mengatakan alasan pemberian kental manis sebagai minuman susu untuk balita karena anggapan kental manis sebagai susu. Beberapa ibu mengakui kental manis mengandung gula tinggi, namun tidak memahami dampak kesehatan bila dikonsumsi secara rutin.
Salah satu responden penelitian asal kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunung Pati yang juga orang tua dari balita berumur 3 tahun menyebut, frekwensi konsumsi kental manis anaknya sebanyak 7 kali per hari. Dia memberikan kental manis karena pada kemasannya tertulis “susu” dan dalam iklan juga disebut demikian.
"Ibu ini membaca di situ ada kata susu, dalam kemasannya. Di iklan juga tahunya susu," ujar Mardiana.
Saus karamel dari susu kental manis (SKM).
- wikiHow
Dia mengatakan, perilaku pemberian kental manis untuk balita tersebut mencerminkan adanya kesenjangan pengetahuan yang cukup serius di masyarakat. Menurutnya, kental manis sebenarnya dirancang sebagai topping atau pelengkap makanan, bukan untuk dikonsumsi sebagai minuman utama pengganti susu.
Namun, temuan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Dimana banyak balita justru mengonsumsinya dalam jumlah besar, bahkan lebih dari tiga kali dalam sehari. Dalam beberapa kasus, konsumsi kental manis bisa mencapai hingga tujuh kali dalam satu hari.
"Itu tentu dampaknya luar biasa. Sekarang saja kita sudah mulai melihat tren penyakit tidak menular (PTM) muncul pada usia anak-anak, yang seharusnya belum,” ujarnya.
Konsumen memilih produk susu kental manis di salah satu mini market di Pasar Baru, Jakarta
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Sebagai informasi, satu sachet kental manis dapat mengandung sekitar 19 gram gula, atau setara dengan 4 sendok teh. Jika dikonsumsi dua kali sehari, maka asupan gula pada balita sudah melebihi batas konsumsi harian yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu tidak lebih dari 5 persen dari total kebutuhan kalori harian, atau sekitar 25 gram atau 6 sendok teh gula tambahan. Jumlah ini belum termasuk gula tambahan dari makanan dan minuman lainnya yang mereka konsumsi setiap hari.
Situasi ini menunjukkan betapa mendesaknya upaya peningkatan edukasi masyarakat tentang gizi anak, pangan aman, serta pemahaman terhadap label produk. Banyak wilayah seperti Kelurahan Sukorejo di Kecamatan Gunungpati, hingga kini masih sangat minim penyuluhan terkait gizi maupun bahaya penggunaan kental manis secara berlebihan.