Gen Z Beralih ke Profesi Jadul, Mengapa Pekerjaan Manual Kini Lebih Diminati?

Ilustrasi Gen Z.
Sumber :
  • freepik.com

Jakarta, VIVA – Perkembangan kecerdasan buatan (AI) tengah mengubah lanskap dunia kerja secara drastis. Bagi sebagian orang, kemajuan teknologi ini menjadi ancaman bagi pekerjaan yang selama ini dianggap bergengsi dan stabil, terutama di sektor perkantoran. 

Ini Rahasia Teknologi Baru Indosat

Di sisi lain, pekerjaan manual atau yang membutuhkan keahlian khusus justru semakin diminati karena dianggap lebih aman dari otomatisasi. Fenomena ini memicu perubahan cara pandang generasi muda, khususnya Gen Z, terhadap karier dan prospek masa depan mereka.

Kebanyakan orang selama ini menilai pekerjaan kantoran, seperti asisten hukum, paralegal, penulis, dan customer service, sebagai simbol status dan stabilitas. Namun, kemajuan AI membuat peran-peran ini menjadi rentan digantikan teknologi. 

Telkom Akselerasi Ekonomi Digital melalui Teknologi AI

Sementara itu, pekerjaan yang membutuhkan keahlian tangan, improvisasi, dan interaksi langsung dengan peralatan fisik, misalnya tukang ledeng, teknisi HVAC, atau tenaga medis seperti asisten perawat, tetap sulit digantikan. 

Perubahan ini mendorong banyak pekerja muda untuk mengeksplorasi karier di sektor blue-collar atau skilled trades.

Krisis Pasar Kerja Terjadi di China, Mahasiswa dan Lulusan Baru Bersiap Hadapi Status 'Pengangguran'

Melansir dari NBC News, berikut alasan lengkap mengapa pekerjaan blue-collar atau 'profesi jadul' semakin diminati anak muda:

Ilustrasi pekerja asing di Singapura

Photo :
  • The Straits Times

1. Stabilitas di Tengah Ancaman AI

Geoffrey Hinton, ilmuwan komputer pemenang Nobel, menyarankan untuk “latih diri jadi tukang ledeng” karena pekerjaan manual lebih aman dari otomatisasi. AI memang bisa mengancam beberapa pekerjaan, tetapi peran yang memerlukan interaksi fisik dan improvisasi tetap aman.

2. Kurangnya Risiko Pendidikan Tinggi

Banyak Gen Z memilih pekerjaan skilled trades untuk menghindari utang pendidikan tinggi yang membebani, sekaligus mendapat penghasilan stabil tanpa gelar sarjana.

3. Permintaan Tenaga Ahli yang Konsisten

Biro Statistik Tenaga Kerja AS memperkirakan permintaan untuk pekerjaan manual dan teknik akan tumbuh dalam beberapa tahun ke depan, sementara lowongan entry-level bagi lulusan perguruan tinggi stagnan.

4. Peran Manusia Tak Tergantikan 

Tony Spagnoli dari North American Technician Excellence menekankan bahwa AI sulit menggantikan keputusan improvisasi dan pekerjaan fisik seperti memasang peralatan HVAC atau menangani bahan berbahaya.

5. Kesiapan Bekerja Bersama Teknologi

Meski robot dan AI semakin canggih, masih ada banyak pekerjaan yang membutuhkan sentuhan manusia. Mekanik mobil, misalnya, mungkin terbantu teknologi untuk diagnosa, tetapi penggantian komponen tetap memerlukan keterampilan manusia.

Dampak bagi Dunia Kerja dan Gen Z

Tren ini menunjukkan adanya pergeseran prioritas di kalangan Gen Z. Menurut survei Resume Builder, sekitar 42% responden, termasuk lulusan perguruan tinggi, memilih atau bekerja di pekerjaan blue-collar. 

Motivasi utama mereka adalah mengurangi risiko digantikan AI dan menghindari beban utang pendidikan. Laki-laki Gen Z, terlepas dari pendidikan, lebih cenderung memilih karier di bidang trades dibanding perempuan.

Sementara itu, meski AI dan robotika terus berkembang, teknologi saat ini belum mampu sepenuhnya menggantikan manusia di dunia nyata. Ken Goldberg dari Robot Learning Foundation menekankan bahwa humanoid robot pengganti pekerja masih merupakan mitos, dan peran manusia tetap dibutuhkan untuk pekerjaan yang kompleks dan sensitif.

AI bukan hanya mengancam pekerjaan kantoran, tetapi juga membuka peluang baru bagi pekerja manual dan terampil. Generasi muda yang bijak memilih untuk menyeimbangkan keamanan finansial, keahlian praktis, dan peluang masa depan dengan memanfaatkan posisi mereka dalam bidang blue-collar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya