Indodax Pede September Effect Tak Bikin Goyang Pasar Kripto Nasional

Vice President Indodax, Antony Kusuma.
Sumber :
  • Dokumentasi Indodax

Jakarta, VIVA – Fenomena ‘September Effect’ dinilai tidak menggoyahkan pasar kripto di dalam negeri. hal itu terbukti dengan masih tingginya transaksi hingga Juli 2025.

Israel bikin Bitcoin dan Ethereum Rontok tapi Emas sama Minyak Melejit

Vice President Indodax Antony Kusuma menyebutkan industri aset kripto dan juga saham memasuki bulan September dengan perhatian khusus pada fenomena yang dikenal sebagai ‘September Effect’. Fenomena tersebut merupakan sebuah anomali musiman yang kerap dikaitkan dengan penurunan kinerja pasar saham maupun kripto.

Dia menjelaskan, ‘September Effect’ perlu dipahami secara proporsional, sehingga anomali tersebut tidak seharusnya menjadi patokan tunggal dalam menentukan strategi investasi kripto.

IHSG Ditutup Amblas 1,78 Persen, Cek 5 Saham yang Cetak ARA

"Kami melihat ‘September Effect’ lebih bersifat psikologis ketimbang fundamental. Jika kita bandingkan, di 2024 transaksi penuh setahun Rp344 triliun, sementara 2025 baru berjalan hingga Juli sudah menembus Rp276 triliun," kata Antony di Jakarta, Minggu, 7 September 2025.

Bitcoin, Ethereum, dan aset kripto lainnya.

Photo :
  • Business Today
Perang Harga di Pasar Otomotif Nasional, OJK Minta Multifinance Lakukan Ini

Dia membuktikan bahwa kripto di Indonesia terus tumbuh kuat, bahkan di tengah faktor musiman. Investor perlu mengedepankan strategi diversifikasi portofolio serta manajemen risiko jangka panjang, oleh karena itu investasi kripto harus dilakukan secara rasional.

"Prinsipnya bukan market timing, melainkan konsistensi, pemahaman aset, dan disiplin dalam bertransaksi," katanya.

Lebih lanjut menurutnya, meskipun ada unjuk rasa yang sempat mengguncang pasar modal pada akhir pekan lalu, lanjutnya, OJK menegaskan bahwa industri kripto tetap stabil. Aktivitas penempatan dan penarikan dana di exchange kripto tercatat normal, memperlihatkan ketahanan ekosistem digital nasional.

Antony pun menyambut baik konsistensi ini. Ia menilai ketahanan sektor kripto menjadi bukti bahwa ekosistem keuangan digital di Indonesia telah semakin matang.

“Kondisi stabil meski terjadi tekanan eksternal adalah tanda kepercayaan publik terhadap kripto makin kokoh,” katanya.

Dia optimistis, tren positif transaksi kripto pada 2025 bisa menjadi katalis bagi transformasi ekonomi digital nasional. Jika tren tersebut berlanjut, kontribusi aset kripto terhadap perekonomian digital Indonesia akan semakin signifikan, terutama dalam memperluas partisipasi masyarakat pada layanan keuangan modern.

Namun demikian, Antony mengingatkan bahwa investasi kripto tetap memiliki risiko tinggi. Investor disarankan untuk hanya menggunakan dana yang siap dialokasikan (uang dingin), tidak semata mengikuti tren pasar, serta perlu memahami fundamental dari setiap aset yang diperdagangkan.

Sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi, mengingatkan investor agar berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi di tengah fenomena "September Effect".

Fenomena tersebut diyakini dipengaruhi oleh penyesuaian portofolio pasca musim liburan, kebutuhan likuiditas, hingga faktor psikologis investor global.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Meski demikian, data OJK menunjukkan industri kripto Indonesia justru tetap mencatat kinerja impresif, terlihat sepanjang Juli 2025, transaksi kripto mencapai Rp52,46 triliun, melonjak 62,36 persen dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp32,31 triliun. Secara kumulatif, total nilai transaksi kripto di 2025 telah menembus Rp276,45 triliun.

Jumlah investor juga terus bertambah, dimana per Juli 2025, OJK mencatat total 16,5 juta konsumen aset kripto, naik 4,11 persen dibandingkan Juni 2025 sebanyak 15,85 juta.

Sementara itu pada 2024, OJK mencatat total nilai transaksi kripto mencapai Rp344,09 triliun sepanjang tahun penuh, tumbuh lebih dari 354 persen dibandingkan 2023.

Secara bulanan, transaksi Juli 2024 tercatat sebesar Rp42,34 triliun, naik dari Rp40,85 triliun pada Juni 2024. Angka tersebut lebih rendah dibanding capaian Juli 2025 yang mencapai Rp52,46 triliun. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya