6 Tren Digital di Industri Migas

ilustrasi industri migas.
Sumber :
  • VIVA/Dusep Malik

Jakarta, VIVA – Industri minyak dan gas (migas) selalu berupaya berinovasi dan mengadopsi teknologi baru demi meningkatkan keselamatan dan efisiensi.

Musuhi Rusia, Uni Eropa Semakin Menderita

Sebuah studi terbaru oleh VDC Research menunjukkan bahwa hampir dua pertiga organisasi industri mengantisipasi pencapaian tahap "digital penuh" — yang ditandai dengan peningkatan kapabilitas digital yang proaktif dan berkelanjutan—dalam dua tahun ke depan.

Namun, terlepas dari peningkatan efisiensi operasional yang tak terbantahkan, digitalisasi juga memiliki efek samping yang tidak diinginkan, yaitu membuka vektor ancaman dan membahayakan keselamatan kilang itu sendiri.

ASCOPE 50 Tahun: Energi, Kolaborasi, dan Masa Depan ASEAN

Sederhananya, mustahil meningkatkan konektivitas tanpa membuka potensi ancaman siber yang lebih besar.

Kaspersky melakukan riset internal dan serangkaian wawancara dengan para profesional terkemuka di industri migas untuk mengidentifikasi tren digital utama yang membentuk masa depan sektor ini.

49 Putra Papua Raih Sertifikasi Migas Bersama Pertamina Drilling

Mulai dari konvergensi TI/OT hingga robotisasi dan 5G, tren-tren inti ini menggarisbawahi lanskap dinamis yang mendorong pertumbuhan, ketahanan, dan inovasi dalam sektor minyak dan gas saat ini.

Jadi, apa saja 6 tren digital utama ini?

IIoT dan Cloud Computing (Komputasi Awan)

Industrial Internet of Things (IIoT) merevolusi operasi minyak dan gas dengan memungkinkan pemantauan jarak jauh secara real-time terhadap pengeboran, jaringan pipa, dan kondisi lingkungan.

Sensor-sensor ini membantu meningkatkan keselamatan, memprediksi kegagalan, dan mengoptimalkan kinerja melalui wawasan berbasis data. Komputasi awan melengkapi kemampuan ini dengan menawarkan analitik yang skalabel untuk pemantauan kilang, logistik, dan prediksi permintaan.

Namun demikian, ketergantungan pada platform cloud meningkatkan kerentanan terhadap serangan siber. Seperti yang diprediksi Moody's, sekitar 14 persen industri akan memanfaatkan layanan cloud publik, yang secara signifikan memperluas permukaan serangan.

Musuh siber dapat mengeksploitasi kerentanan dalam infrastruktur cloud, yang menyebabkan potensi pelanggaran data, gangguan operasional, atau bahkan kerusakan fisik.

AI, ML, dan Hiper-otomatisasi

Kecerdasan Buatan (AI) dan Pembelajaran Mesin (ML) mendukung inisiatif hiper-otomatisasi yang mengoptimalkan pemeliharaan, konsumsi energi, dan alur kerja operasional.

Teknologi ini memungkinkan analitik prediktif, mengurangi waktu henti, dan meningkatkan efisiensi biaya. Namun, meningkatnya ketergantungan pada sistem berbasis AI membuat industri rentan terhadap ancaman siber canggih seperti keracunan data, manipulasi model, atau malware yang menargetkan proses pengambilan keputusan otonom.

Jika pelaku kejahatan siber membahayakan model AI, konsekuensinya dapat berkisar dari kekeliruan jadwal pemeliharaan hingga kegagalan operasional yang fatal.

Konvergensi TI/OT

Integrasi sistem Teknologi Informasi (TI) dan Teknologi Operasional (OT) memfasilitasi operasi jarak jauh, berbagi data, dan pengambilan keputusan yang lebih baik. 
Meskipun konvergensi ini meningkatkan efisiensi, hal ini juga menciptakan celah keamanan yang kritis.

Sistem OT lama seringkali tidak memiliki fitur keamanan modern dan tidak dirancang untuk konektivitas eksternal, sehingga menjadikannya target utama serangan siber.

Sifat sistem yang saling terhubung ini berarti bahwa pelanggaran di satu area dapat menyebar ke seluruh jaringan operasional, yang membahayakan keselamatan dan kelangsungan produksi. Risiko ini diperparah oleh kecenderungan untuk mengandalkan infrastruktur yang tidak aman atau usang.

Robotisasi dan 5G

Penerapan robot, drone, dan kendaraan bawah air nirawak yang didukung AI mendukung inspeksi, diagnostik, dan eksplorasi di lingkungan berbahaya. Kehadiran konektivitas 5G meningkatkan transmisi data waktu nyata (real-time), memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat.

Namun, perangkat otonom ini rentan terhadap malware dan peretasan, yang dapat menyebabkan sabotase peralatan atau manipulasi operasi penting.

Seiring robot semakin menggantikan inspeksi manusia, industri menghadapi dilema dalam mempertahankan ketahanan operasional terhadap ancaman siber yang menargetkan aset yang dikendalikan dari jarak jauh ini.

Digital Twins (Kembaran Digital)

Digital twins — replika virtual dari aset fisik—memungkinkan para insinyur untuk mensimulasikan skenario, mengoptimalkan proses, dan memecahkan masalah tanpa mengganggu operasi langsung.

Meskipun sangat berharga untuk efisiensi dan keamanan, Digital twins menimbulkan risiko keamanan siber yang signifikan. Digital twins yang disusupi dapat dimanipulasi untuk menyesatkan keputusan operasional atau mengekspos data sensitif.

Penerapan arsitektur zero trust direkomendasikan untuk memitigasi ancaman siber tersebut, tetapi tantangannya tetap pada pengamanan model yang kompleks dan saling terhubung yang menjadi target menarik bagi penjahat siber.

Teknologi AR dan VR

Teknologi visualisasi canggih seperti Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) memfasilitasi pelatihan dan operasi perbaikan jarak jauh, memungkinkan para ahli di seluruh dunia untuk 'berjalan-jalan' di fasilitas pabrik secara virtual.

Namun, mengintegrasikan lingkungan imersif ini menghadirkan vektor serangan baru, terutama melalui titik akses jarak jauh yang tidak aman.

Aktor berbahaya dapat memanipulasi sistem AR/VR untuk menyebabkan kesalahan operasional atau mencuri data sensitif, terutama jika melibatkan sistem OT lama.

Kombinasi teknologi yang menua dan langkah-langkah keamanan yang ketinggalan zaman meningkatkan risiko intrusi siber. Meski begitu, teknologi ini juga menciptakan banyak peluang untuk serangan siber.

Setiap bagian dari teknologi yang terhubung mewakili area fokus potensial serangan, atau dikenal sebagai perluasan permukaan serangan.

Sistem yang saling terhubung seperti itu menjadi rentan terhadap serangan siber karena koneksi ke satu komputer atau terminal memberikan akses ke permukaan infrastruktur yang lebih luas.

Menanggapi ancaman siber yang terus berkembang ini, peraturan Perlindungan Infrastruktur Kritis (Critical Infrastructure Protection/CIP) yang ketat sedang diterapkan secara global untuk menetapkan tolok ukur keamanan bagi sektor migas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya