Ekonom Yakin Pidato Prabowo di PBB Bakal Tarik Investasi dan Dongkrak Ekonomi RI

Presiden Prabowo Subianto berpidato di Majelis Umum PBB, Selasa (23/9)
Sumber :
  • Setpres

Jakarta, VIVA – Ekonom senior, Aviliani berpendapat, diplomasi internasional Presiden Prabowo Subianto melalui pidatonya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS), berpotensi menarik investasi sekaligus mengerek pertumbuhan ekonomi domestik.

Merasa Disabotase, Trump Surati Sekjen PBB Gara-gara Teleprompter Mati: Ini Bukan Kebetulan!

Menurutnya, pidato di markas PBB itu membuat posisi Prabowo di kancah internasional makin diperhitungkan, serta ikut menempatkan Indonesia pada posisi strategis untuk menarik investasi dan kerja sama global.

"Pak Prabowo sekarang di mata dunia sangat diperhitungkan. Jadi, sebenarnya ini momentum baik. Kalau orang sudah dipercaya, mau minta apa saja pasti bisa," kata Aviliani dalam keterangannya, Kamis, 25 September 2025.

Disaksikan Prabowo, Kadin Teken MoU Kerjasama Strategis dengan Dewan Bisnis Kanada

Waketum Kadin Indonesia Bidang Analisa Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Aviliani.

Photo :
  • Dokumentasi Kadin Indonesia.

Meski demikian, Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro Ekonomi Kadin Indonesia itu, menggarisbawahi potensi efek diplomasi Prabowo yang menurutnya perlu diimbangi dengan kesiapan domestik, terutama dari aspek birokrasi maupun perizinan berusaha.

Pidato Prabowo di PBB Dinilai Sebagai Simbol Kepercayaan Diri Bangsa dan Diplomasi Kebenaran

Birokrasi yang lambat dan prosedur yang rumit dinilai masih menjadi tantangan utama bagi Indonesia dalam memaksimalkan peluang global.

“Jangan sampai sudah dipercaya, ketika investor masuk ke Indonesia, banyak persoalan yang mereka akhirnya tidak jadi. Birokrasi ini menjadi masalah dari tahun ke tahun,” ujar Aviliani.

Kondisi demografi suatu negara disebut menjadi salah satu faktor krusial yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Sebab, jumlah penduduk usia produktif mempengaruhi konsumsi dan investasi.

Hal itu tercermin pada tren pertumbuhan ekonomi global, di mana pertumbuhan 4-5 persen ke atas umumnya diperoleh negara berkembang, sementara negara maju cenderung berada pada level 2-3 persen.

Aviliani mengatakan situasi sejumlah negara maju kini mengalami pertumbuhan konsumsi yang lambat akibat populasi menua, sehingga investasi juga cenderung menurun. Sebaliknya, negara-negara berkembang masih memiliki permintaan domestik yang kuat dan peluang investasi tinggi.

“Tidak ada orang yang mau berinvestasi ketika konsumsi turun. Nah, sekarang tinggal bagaimana kebijakan-kebijakan pemerintah itu bisa membuat investor tertarik masuk ke Indonesia,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya