Menguak Obat Batuk Sirup India Perenggut Nyawa, Terjadi Berulang Sejak 1972
- http://groovygreenlivin.com
VIVA Lifestyle – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaitkan sirup obat batuk buatan India dengan gagal ginjal akut, yang menyebabkan kematian hampir 70 anak di Afrika Barat, hingga pihak berwenang India menutup sebuah pabrik di dekat Delhi tempat obat-obatan itu dibuat. Namun fakta baru terkuak, di mana kasus serupa ternyata pernah terjadi bertahun-tahun silam.
Pemerintah India butuh waktu seminggu penuh untuk menutup pabrik obat batuk tersebut. Pembuatan pabrik dihentikan segera setelah penyelidikan bersama antara otoritas pengatur obat negara bagian dan federal mengungkap 12 pelanggaran. Scroll untuk cerita selengkapnya.
Analisis laboratorium WHO mengatakan sirup obat batuk mengandung bahan kimia yang sering dimaksudkan untuk keperluan industri. Namun, kedua bahan itu yaitu dietilen glikol dan etilen glikol dalam jumlah yang tidak dapat diterima. Perusahaan telah menanggapi dengan mempertahankan proses pembuatannya, dan regulator obat federal India telah membantah temuan WHO.
Dikutip dari NPR, ternyata kasus Ini bukan hanya terjadi satu kali. Di masa lalu, sirup obat batuk telah dikaitkan dengan keracunan massal lainnya pada anak-anak di India serta negara-negara lain. Masalahnya, kata para aktivis, adalah kelemahan lama dalam mengatur industri farmasi India yang sedang booming.
Ilustrasi obat sirup/obat batuk.
- Pexels/Cottonbro
India mengekspor obat-obatan ke lebih dari 200 negara dan berkontribusi pada pasar obat generik yang besar di Amerika Serikat. Industri farmasinya adalah salah satu yang terbesar berdasarkan volume dan memiliki omzet saat ini sebesar US$50 miliar. Tetapi para kritikus mengatakan bahwa pengawasan pemerintah sangat kurang, yang dapat melahirkan kondisi yang mengarah pada pelanggaran berbahaya.
Itulah argumen yang dibuat oleh aktivis kesehatan masyarakat Dinesh S. Thakur dan pengacara Prashant Reddy T. dalam buku baru mereka The Truth Pill: The Myth of Drug Regulation in India.
Pada tahun 2016, mereka membawa keprihatinannya tentang pembuatan obat-obatan ke Mahkamah Agung India, yang menolak petisi mereka. Jadi mereka mengajukan lebih dari 400 permintaan Undang-Undang Hak atas Informasi untuk mengumpulkan fakta sebanyak mungkin untuk buku mereka. Dalam sebuah wawancara dengan NPR melalui telepon dan email, Reddy dan Dinesh Thakur membahas keadaan industri farmasi India.