Anak dan Remaja yang Hobi Main Game Online Rentan Dibully

Anak main game online. (Ilustrasi)
Sumber :
  • m.chandrataruna/VIVAnews

VIVA.co.id – Sebuah studi di Inggris menemukan bahwa Lebih dari separuh remaja menghadapi intimidasi atau bullying saat bermain game online.

Protes Sound Horeg, Warga Kediri Diteror: Foto Disebar, Sound Diarahkan ke Rumahnya hingga Dikeroyok!

Penelitian yang dilakukan oleh badan amal anti-intimidasi internasional melakukan survei sekitar 2.500 responden berusia antara 12 dan 25 di komunitas virtual.

Para peneliti tersebut menemukan bahwa 57 persen remaja yang disurvei mengalami intimidasi secara online saat bermain pertandingan. Mereka juga menemukan bahwa 22 persen remaja telah berhenti bermain game karena bullying online.

Gelar Sarjana Saja Tak Cukup! Ini 20 Skill yang Paling Dicari Perusahaan pada 2025

Hampir setengah dari mereka mengaku telah terancam saat bermain game online, dan 38 persen mengatakan bahwa mereka telah di-hack dalam sebuah game. Demikian dilansir Indian Express

"Remaja yang menjadi sasaran bullying offline adalah beberapa konsumen internet dan teknologi. Dan kemudian lebih dari rata-rata menggunakan game online untuk pelarian dan bebas dari ejekan dan pelecehan, "kata Liam Hackett, pendiri badan amal Ditch the Label.

Dorong Literasi Keuangan Anak dan Remaja, Ajaib Luncurkan 'Aura of the Future Fund'

"Hubungan inilah yang membuat temuan kita semua sangat nyata. Bullying dalam lingkungan game online adalah masalah nyata," katanya.

Ponsel dan komputer sendiri tidak bisa disalahkan karena cyber bullying. Situs media sosial dapat digunakan untuk kegiatan positif, seperti menghubungkan anak-anak dengan teman dan keluarga, membantu siswa bersekolah, dan untuk hiburan.

Tapi alat ini juga bisa digunakan untuk menyakiti orang lain. Baik dilakukan secara langsung atau melalui teknologi, efek bullying terhadap remaja sama bahanyanya.

Job Market Fair 2017 di Surabaya

Takut Kalah Saing dengan AI, Gen Z Berbondong-bondong Ubah Arah Karier

Banyak Gen Z kini mengubah arah karier karena khawatir tergantikan oleh AI. Mereka beralih ke pekerjaan yang dianggap lebih aman dan stabil di masa depan.

img_title
VIVA.co.id
31 Juli 2025