- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pasal 10 :
(1) Pemerintah Pusat dan Daerah sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi sarana dan prasarana untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi di bidang musik. (2) Dalam memfasilitasi sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat pertama (1), Pemerintah Pusat dan Daerah dapat melibatkan pelaku usaha. (3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat pertama (1) dapat memanfaatkan fasilitas dan/atau ruang yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan tempat lainnya sesuai kebutuhan dan tanpa mengubah fungsi utamanya.
Pasal 12 :
(1) Pelaku usaha yang melakukan distribusi wajib memiliki izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Selain memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat pertama (1), pelaku usaha yang melakukan distribusi wajib memperhatikan etika ekonomi dan bisnis.
Pasal 13 :
Pelaku usaha yang melakukan distribusi wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada kemasan produk musik yang didistribusikan ke masyarakat.
Pasal 15 :
Masyarakat dapat memanfaatkan produk Musik atau karya musik dalam bentuk fisik, digital, atau pertunjukan.
Pasal 20 :
(1) Penyelenggaraan musik harus didukung oleh pelaku musik yang memiliki kompetensi di bidang musik. (2) Dukungan pelaku musik sebagaimana dimaksud pada ayat pertama (1) bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten di bidang musik.
Pengamat musik Bens Leo sepakat dengan pasal 5 yang menjadi sumber awal keributan. Sebab, pasal 5 juga berkaitan dengan pasal 50 soal sanksi. "Nah, yang celaka itu pasal 5 itu memiliki kaitannya dengan pasal 50 (sanksi hukum) nya. Itu jauh sekali itu. Dari cara menyusunnya juga sudah tidak cermat, sudah keliru," ujar Bens.
Pengamat musik, Bens Leo saat ditemui VIVA di Jakarta (VIVA/Nuvola Gloria)
Bens juga menyebut terlalu banyak kata-kata yang mewajibkan 'aturan' dalam RUU tersebut. "Jadi band pendamping diwajibkan, sertifikasi diwajibkan, kalau tidak salah ada sekitar enam kata wajib di dalam RUU itu. Kata wajib itu ini yang menggelisahkan semua orang, jadi saya kira bukan hanya teman-teman indie saja, tapi semua musisi saya kira menganggap kata wajib ini sesuatu yang meresahkan semua pihak," ujar Bens menjelaskan.
Arian Arifin, vokalis kelompok musik Seringai memahami RUU Permusikan dibuat untuk memfasilitasi musisi, tapi ia menuntut pemerintah ambil peran dalam hal memberikan dukungan pada musisi. Bukan menghasilkan UU yang tidak jelas. "Seharusnya RUUP ini dibuat untuk memfasilitasi musisi kan?" kata dia.