SOROT 466

Kala Kartu Sakti Tak Diakui

Seorang petugas perlihatkan contoh kartu BPJS Kesehatan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Agus Bebeng

“Biaya yang muncul dari tindakan emergency oleh fasilitas kesehatan tadi bisa ditagihkan ke BPJS sesuai dengan tarif yang berlaku,” ujarnya kepada VIVA.co.id di Jakarta, Jumat 15 September 2017.

Deretan Kontroversi Nafa Urbach, Terbaru Dukung Kenaikan Gaji DPR Rp50 Juta

Menurut dia, kartu BPJS berlaku nasional. Artinya, di mana pun pasien berada jika mengalami keadaan gawat darurat bisa dilayani fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan, baik yang kerja sama maupun tidak. “Prosedurnya langsung masuk UGD dan dilakukan pelayanan,” dia menambahkan.

Nopi menuturkan, sudah 80 persen fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang sudah kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Namun ia mengakui, yang wajib ikut BPJS hanya fasilitas kesehatan milik pemerintah. Sementara itu, yang swasta sifatnya ‘sunah’.

BSU Ditargetkan Tuntas 100 Persen pada 6 Agustus 2025, Penyaluran ke Daerah 3T Digenjot

“Sampai saat ini rumah sakit swasta tidak ada ketentuan yang mewajibkan, kalau pemerintah kan wajib,” ujarnya.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, seharusnya tak ada perbedaan perlakuan antara pasien BPJS maupun non-BPJS. “Sebenarnya tidak boleh dibedakan. Menggunakan BPJS atau non-BPJS seharusnya standar pelayanannya sama," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi kepada VIVA.co.id, Kamis 14 September 2017.

Iuran BPJS Mau Naik, Anggota DPRD Jakarta Sentil Pemerintah: Layanan Harus Ikut Membaik!

Tetapi, Tulus menambahkan, praktiknya masih ada diskriminasi yang menggunakan BPJS dan non-BPJS. "Kalau yang bayar rumah sakit mandiri, itu selalu diprioritaskan. Kalau ada yang pakai asuransi yang lebih tinggi, juga diprioritaskan. Tidak boleh seperti itu,” kata Tulus.

Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, banyak rumah sakit yang deskriminatif terhadap pasien yang menggunakan BPJS. Menurut dia, rumah sakit takut seolah-olah ini gratis. Padahal tidak. 

“Ini saya kira penting dan harus dicermati. Karena kalau tidak, saya khawatir kasus-kasus yang selama ini enggak diomongkan di luar itu akan terulang lagi,” ujarnya kepada VIVA.co.id di Jakarta, Selasa 12 September 2017.

Menurut dia, UU Kesehatan orientasinya bukan finansial tapi kemanusiaan dan kebersamaan dalam kehidupan sosial. “Kalau ada rumah sakit yang minta duit dulu, baru mau pegang, dunia medis kita mau diarahkan ke mana?” tuturnya.

Selanjutnya, Puncak Gunung Es

Puncak Gunung Es 
Saleh Partaonan Daulay mengatakan, kasus Debora bukan yang pertama dan satu-satunya. Ia yakin, masih banyak kasus serupa yang tak terungkap di publik. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya