Indonesia adalah Desa
- VIVA/Muhamad Solihin
Saat ini berapa jumlah desa tertinggal?
Tertinggal itu sekitar 20000 an dari total 74.900 desa. Sangat tertinggal itu ada sekitar 6500 desa. Jadi masih ada 26000 an lah.
Apa yang akan dilakukan guna menaikkan level desa tertinggal dan sangat tertinggal itu?
Pertama kluster potensi desa dengan indentifikasi desa-desa. Dan kita sudah punya sampai pada item-item yang harus dikerjakan, sampai pada anggaran dalam konsep ideal, totalnya itu di angka 430 triliun untuk sampai pada level mandiri. Tapi kan tidak mungkin bisa tertangani secara keseluruhan. Tapi kalau dana desa itu dimanfaatkan dengan baik itu bisa. Sekarang saja dana desa itu kurang lebih sudah sampai 300 triliun dari 2015-2019, karena tiap tahun naik. Tinggal masterplane dan hasil pemetaan ini kita lakukan kerja keroyokan antarkementerian dan lembaga, akan terjadi percepatan yang luar biasa.Â
Tapi itu bagian dari obsesi atau harapan yang akan kita sampaikan kepada presiden. Tetapi dari segi kerja-kerja yang dilakukan oleh Kementerian Desa dengan target 10000 penuntasan desa tertinggal, kemudian 5000 menjadi desa mandiri, itu target standar kita. Ini yang harus terpenuhi dalam kurun lima tahun ke depan. Kalau ingin keroyokan, dari hasil pemetaan kita itu didalami oleh Bappenas dan diberikan kepada seluruh Kementerian lembaga, dan harus ada Inpres, baru kerja-kerja lintas sektoral itu bisa jalan. Kalau gak ada Inpres gak jalan.
Selanjutnya, mengubah paradigma..
Sejauh ini apakah ada kendala yang Anda hadapi?
Di awal perjalanan ada banyak kendala. Paradigma kelembagaan saja sudah satu hal yang tidak mudah. Karena Kemendes ini kan ada unsur Kemendagri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Desa Tertinggal. Tapi Alhamdulillah hari ini perbedaan paradigma itu sudah kita ratakan, termasuk dengan reformasi birokrasi itu. Ini kan pintu untuk menyatukan paradigma yang selama ini masih terjadi, tapi sudah ketemu di titik-titik tertentu. Termasuk yang ingin saya lakukan adalah perubahan paradigma transmigrasi.Â
Maksudnya?
Saya ingin paradigma transmigrasi itu mengikuti paradigma pembangunan permukiman baru, bukan kawasan transmigrasi lagi, tapi permukiman baru. Idealnya itu seperti Citraland, Ciputra. Itu kan mereka bikin permukiman. Akses pendidikan ada, akses kesehatan ada, akses permukiman bagus, akses pasar oke. Tentu tidak seperti itu persis, tetapi bahwa konsep pembangunan permukiman baru itu harus kita jadikan konsep pembangunan daerah transmigrasi. Sehingga kita tidak jualan janji, tapi kita jualan kawasan permukiman baru. Itu loh ada kawasan permukiman baru yang sudah disiapkan oleh pemerintah, sudah ada akses jalannya, sudah ada akses pendidikannya, sudah ada akses kesehatannya, akses pasar, dan lahan juga siap ditempati, siapa yang tertarik ke kawasan itu? Nah kalau itu terjadi kan mereka berangkat ke sana itu karena kesadaran, bukan karena dorongan kita. Nah, itu yang ingin saya lakukan. Meskipun itu butuh waktu lama. Tapi paling tidak ada perubahan paradigma, supaya tidak seperti yang sudah-sudah.