Hikayat Berliku Nyonya Meneer
- Dwi Royanto/VIVA.co.id
Dalam perjanjian damai sebelumnya, total tagihan utang yang harus dibayarkan perusahaan senilai Rp198 miliar. Di antaranya meliputi utang terhadap kreditur konkuren Kantor Pajak Pratama (KKP) Madya Rp22,8 miliar, kreditur Bank Papua Rp68 miliar, termasuk pembayaran buruh mencapai sekitar Rp87,7 miliar. “Mereka meminta perjanjian tersebut dibatalkan. Jadi dinyatakan pailit," ujar Wismonoto, hakim anggota Pengadilan Negeri Semarang, Jumat, 4 Agustus 2017.
Putusan pailit langsung diikuti dengan pembekuan seluruh aset Nyonya Meneer. Dengan pembekuan itu, secara otomatis seluruh aset Nyonya Meneer harus dikelola kurator. Aset tersebut akan dilelang dan uang hasil penjualan dibayarkan kepada para kreditor Nyonya Meneer.
Kondisi Nyonya Meneer yang pailit menimbulkan kerisauan di hati Broto. Salah satu pegawai pensiunan pabrik jamu itu gelisah lantaran uang pesangonnya belum dibayarkan. Seharusnya, dia menerima uang pensiunan Rp63 juta.
Pria 62 tahun itu diminta pensiun setelah mengabdi selama 25 tahun di pabrik tersebut. Broto mengenang. Dulu, ketika masuk perusahaan itu pada 1991, ia sempat mencicipi kejayaan Nyonya Meneer. Hingga pada era 2.000-an, kesuksesan itu berubah. Kala itu, bisnis pabrik jamu tersebut mulai goyah dengan tidak stabilnya aktivitas produksi.
Sejak saat itu, Broto mengaku harus melalui berbagai kesulitan keuangan bersama ratusan buruh lainnya di Nyonya Meneer. Pembayaran upah pun kerap terlambat hingga ada yang tak dibayarkan upahnya.
Kini, dia pun hanya bisa pasrah dengan kondisi pabrik itu. "Ternyata enggak cuma saya saja, banyak sekali teman yang bernasib serupa. Berulang kali ditagih, enggak pernah ngasih. Malah sekarang sudah resmi bangkrut," ujar Broto, Sabtu, 5 Agustus 2017.
Kurang Inovasi
Bangkrutnya PT Nyonya Meneer dinilai tak lepas dari kurangnya inovasi. Menurut Rhenald Kasali, guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, perusahaan tersebut kurang berinovasi selama lebih dari 30 tahun terakhir. Sementara di sisi lain, perusahaan pesaing terus melakukan inovasi mengikuti gaya hidup masyarakat modern.
“Setiap bisnis itu di zaman sekarang, lebih mudah diramalkan kematiannya daripada kehidupan ya. Nah oleh karena itu satu-satunya cara agar tetap hidup harus ada inovasi karena gaya hidup berubah terus,” ujarnya kepada VIVA.co.id melalui sambungan telepon, Minggu, 6 Agustus 2017.