5 Fakta DPR RI yang Dibongkar Rieke Diah Pitaloka, Kinerja Anggota hingga Bisa Dibubarkan
- Youtube Denny Sumargo.
VIVA – Rieke Diah Pitaloka, anggota DPR RI yang dikenal dengan peran ikonisnya sebagai Oneng di sitkom Bajaj Bajuri, kembali menggegerkan publik dengan pernyataan tajam di podcast Denny Sumargo.
Dalam perbincangan yang viral ini, Rieke mengungkap sederet fakta mencengangkan tentang DPR RI, mulai dari kemungkinan pembubaran hingga kontroversi gaji dan tunjangan yang terus menjadi sorotan. Pernyataannya ini tak hanya memicu diskusi, tetapi juga membuka tabir tentang dinamika di balik institusi wakil rakyat. Berikut ini adalah faktaa-fakta tentang DPR RI yang dibongkar oleh Rieke Diah Pitaloka, seperti dirangkum dari podcast YouTube Denny Sumargo.
Polemik Gaji dan Tunjangan DPR RI
Isu gaji dan tunjangan anggota DPR RI selalu menjadi topik yang mengundang kontroversi. Dalam podcast tersebut, Rieke menyoroti tunjangan rumah dinas yang mencapai Rp50 juta per bulan, angka yang membuat banyak mata terbelalak.
“Gaji, tunjangan rumah yang paling rame paling gede kan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan,” kata Rieke Diah Pitaloka.
Namun, ketika ditanya soal total pendapatan anggota DPR, ia memilih untuk tidak merinci dan menyarankan untuk mencari informasi di internet, mengingat data tersebut sudah banyak beredar. Bagi Rieke, yang telah empat periode menjabat sebagai anggota DPR, besaran gaji dan tunjangan ini bukanlah fokus utama, melainkan hanya sesuatu yang relatif.
Lebih lanjut, Rieke juga menyinggung tunjangan kinerja (tukin) di beberapa lembaga negara, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang disebutnya mencapai 300 persen dari gaji pokok.
“Tapi kalau kita lihat, saya ambil contoh lagi, tunjangan kinerja kementerian, salah satu yang tertinggi adalah Kementerian Keuangan, 300 persen tunjangannya,” kata Rieke.
Menurutnya, isu ini harus menjadi titik awal untuk mengevaluasi sistem penggajian di semua lembaga, dari DPR hingga pemerintah daerah, agar lebih transparan dan adil.
Apakah DPR RI Bisa Dibubarkan?
Salah satu topik yang mencuri perhatian adalah pertanyaan apakah DPR RI bisa dibubarkan. Dengan tegas, Rieke menjawab hal itu bisa saja terjadi.
“Pertanyaannya bisa gak DPR dibubarkan? Bisa,” kata Rieke.
Namun, ia menegaskan bahwa pembubaran tersebut harus dilakukan secara konstitusional melalui amandemen UUD 1945.
“Terus bagaimana supaya pembubaran itu konstitusional? Amandemen lagi Undang Undang Dasarnya. Di perubahan ketiga UUD Pasal 17 C dikatakan bahwa DPR tidak bisa dibekukan bahkan dibubarkan,” sambungnya.
Rieke menegaskan bahwa setiap langkah harus berpijak pada konstitusi agar tetap sah.
“Jadi semua balik lagi ke konstitusi. Karena kita juga kan gak bisa..bahwa ada fenomena seperti ini itu adalah pelajaran berharga setidaknya bagi saya,” ungkapnya.
Kinerja Anggota DPR RI
Rieke menekankan bahwa anggota DPR memiliki tanggung jawab moral, tidak hanya kepada rakyat tetapi juga kepada Tuhan. Ia mengkritik keras tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai bangsa, seperti kekerasan atau penjarahan.
“Jangan di satu sisi selalu menggembar-gemborkan negara ini berketuhanan yang Maha Esa, tapi di sisi lain kita menormalisasi, mewajarkan tindakan-tindakan yang sebenarnya itu tidak menggambarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Rieke.
“Termasuk kemudian kita menganggap hal yang wajar atas terjadinya kekerasan bukan hanya oleh penyelenggara negara, tetapi juga penjarahan misalnya, itu tidak tetap tidak bisa dibenarkan begitu,” imbuhnya.
Ia juga menyinggung kasus penjarahan rumah anggota DPR Uya Kuya. Meskipun mengakui bahwa komunikasi Uya perlu diperbaiki, Rieke menilai aksi massa tersebut tidak dapat dibenarkan.
“Jangan sampai orang yang terindikasi bermain anggaran aman misalnya dengan segala bahwa ada salah gestur atau komunikasi oleh teman kita Mas Uya ya,” ucap Rieke.
“Tapi kemudian terjadi penjarahan dan dianggap itu suatu yang wajar. Dia baru 10 bulan loh di DPR dan rumah itu bukan hasil dari DPR,” katanya.
Anggota DPR RI Dulu Bisa Berobat ke Luar Negeri
Rieke juga mengungkap fakta menarik dari masa awal kariernya di DPR. Pada tahun 2009, anggota DPR mendapatkan fasilitas pengobatan VVIP, termasuk perawatan di luar negeri.
“Dulu awal masuk DPR itu tahun 2009, DPR RI bisa berobat dengan fasilitas VVIP sampai ke luar negeri,” kata dia.
Menyadari ketimpangan dengan kondisi masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan, Rieke memperjuangkan penghapusan fasilitas tersebut. Berkat usahanya, tunjangan pengobatan ke luar negeri akhirnya dihapus.
Tukin Kemenkeu 300 Persen
Polemik gaji dan tunjangan tak hanya terbatas pada DPR. Rieke menyoroti tunjangan kinerja di Kementerian Keuangan yang mencapai 300 persen.
“Tapi kalau kita lihat, saya ambil contoh lagi, tunjangan kinerja kementerian, salah satu yang tertinggi adalah Kementerian Keuangan, 300 persen tunjangannya,” kata Rieke.
Ia menegaskan bahwa isu ini harus menjadi momentum untuk mengevaluasi sistem remunerasi di seluruh lembaga negara.
“Dengan adanya isu ini, menurut saya ini momentum yang harus diambil. Saya katakan, reset Indonesia, kembali ke 0 kilometer, semua,” ujarnya.
Pernyataan Rieke Diah Pitaloka ini menjadi cerminan betapa kompleksnya isu seputar DPR RI, dari hak istimewa hingga tanggung jawab moral. Dengan nada kritis namun konstruktif, ia mengajak publik untuk tidak hanya mempertanyakan, tetapi juga mendorong perubahan sistemik demi keadilan dan kesejahteraan rakyat.