I'm Not Gay

Ilustrasi kelompok LGBT.
Sumber :
  • REUTERS/Cathal McNaughton

Kini aku hidup sendiri. Benar-benar sendiri. Mama telah meninggalkanku. Aku sudah tidak memiliki siapapun lagi. Rasa penyesalan masih saja menyelimutiku. Aku menyesal karena telah mengecewakan mama dan belum sempat membahagiakannya. Aku mengingkari janjiku. Aku tidak ingin hidup seperti ini lagi. Aku ingin berubah.

Desa Bukan Hanya Sekadar Desa

Seperti biasa, aku duduk di smoking area. Kali ini bersama temanku, ia bernama Smith. Ketika aku sedang menenggak segelas air, aku melihat sesosok perempuan cantik berpakaian sopan melintas di hadapanku. Aku berhenti minum dan terus menatapnya. Ia duduk di seberang mejaku. Mata ini terus tertuju padanya. Tidak tahu mengapa, aku seperti merasa kagum olehnya. “Smith, loe kenal dia?” aku menunjuk pada wanita itu. “Oh, dia itu asisten dosennya Pak Hernan, Jax. Sudah seminggu sih Pak Hernan enggak ngajar dan digantiin sama Ms. Jazzy. Makanya, masuk! Jangan bolos mulu. Jadi ketinggalan berita kan.” Aku menghiraukan Smith dan terus menatap perempuan itu.

Semua mahasiswa telah duduk di kursinya masing-masing sambil menunggu asisten dosen Pak Hernan datang. Semua terlihat biasa saja, hanya satu yang terlihat gugup. Ya, itu aku. Tubuhku gemetar. Aku merasa senang sekali mengetahui Ms. Jazzy akan menggantikan posisi Pak Hernan.

Aku Akan Tampar Mereka dengan Kesuksesanku

Tak lama kemudian, Ms. Jazzy datang dan segera memulai pelajaran. Aku benar-benar tertarik sekali dengan cara ia berbicara dan menjelaskan. Aku baru pertama kali merasa seperti ini. Aku baru pertama kali merasa kagum pada seorang wanita.

Sudah sekitar seminggu  Ms. Jazzy menggantikan Pak Hernan, dan belum ada percakapan antara aku dengannya. Aku berusaha mendekati Ms. Jazzy. Aku tahu ini sulit. Tapi aku ingin normal kembali. Aku tidak ingin menjadi gay lagi. Aku yakin aku bisa sembuh. Aku yakin aku bisa kembali menjadi normal. Aku yakin.

Buka Bersama Eratkan Silaturahmi Anggota DN Malut Makassar

Aku meletakkan sepucuk surat di atas meja Ms. Jazzy. Dan aku berharap Ms. Jazzy membacanya. Saat pelajaran berlangsung, aku tidak melihat Ms. Jazzy membuka suratnya meski surat itu terlihat jelas di depan matanya. Sudahlah, mungkin Ms. Jazzy memang sengaja mengabaikannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya