Probelematika Penegakan Hukum Pidana Pajak Terhadap Wajib Pajak
- vstory
Alih-alih memperjelas dan mempertegas rumusan pasal a quo, rezim UU CIPTAKER justru meniadakan syarat tersebut sehingga kembali pada kondisi norma Pasal 38 UU 6 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Pasal 38 UU No. 9 Tahun 1994, diubah dengan Pasal 38 UU No. 16 Tahun 2000 yang sebetulnya jelas dan terang kontradiksi dengan legal karakter UU a quo.
Berikutnya, dalam rangka mencapai ambisi penguasa, rezim UU No. 28 Tahun 2007 memproduksi Pasal 39A sebagai legitimasi mengkriminalisasi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan. Ironisnya, penambahan pasal tersebut tidak diikuti dengan merevisi Pasal 42 UU No. 6 Tahun 1983, sehingga menimbulkan persoalan baru yaitu apakah tindak pidana dalam Pasal 39A merupakan kejahatan atau pelanggaran.
Jika memotret melalui penafsiran sistematis (logis) dari Pasal 39 sampai 39A, Pasal 39A tergolong sebagai kejahatan. Namun berbeda jika berangkat secara a contrario dari Pasal 42 UU No. 6 Tahun 1983.
Sampai di sini, penulis menuduh rezim UU CIPTAKER bahwa hakikat negara hukum telah diplesetkan menjadi negara penghukuman, dan bahkan lebih ekstrem lagi sebagai negara penghakiman.
Akibat Hukum Jika Terpidana Pajak Tidak Melakukan Pembayaran Pidana Denda Secara Sukarela
Telah disampaikan bahwa bentuk pidana terhadap wajib pajak dapat berupa denda, penjara atau kumulasi keduanya. Berdasarkan Pasal 43C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) bahwa Pidana denda dalam Pasal 39 dan 39A UU No. 28 Tahun 2007 tidak dapat digantikan dengan pidana kurungan. Dalam pada itu, narapidana pajak yang tidak melakukan pembayaran pidana denda dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka jaksa melakukan upaya paksa yaitu menyita harta kekayaan terpidana untuk dilelang dan hasil lelang tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran pidana denda.
Setelah jaksa melakukan penelusuran dan penyitaan harta kekayaan terpidana, jika harta kekayaan tidak mencukupi untuk membayar pidana denda, si terpidana dipidana dengan pidana penjara.
Tentu saja hal ini sangat problematis secara asas maupun secara norma. Misalnya, berangkat melalui pertanyaan, bagaimana proses penelusuran harta kekayaan terpidana dan siapa yang menentukan nilai harta kekayaan terpidana?