Keberlanjutan Industri Televisi di Indonesia di Era Multiplatform
- Ist
VIVA – Industri televisi di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam era media multiplatform. Kemunculan media baru berbasis digital telah mengubah secara fundamental lanskap media dan model bisnis penyiaran. Tidak hanya merombak pola konsumsi masyarakat, tetapi juga turut menggeser arus pendapatan iklan yang selama ini menjadi tulang punggung finansial bagi lembaga penyiaran konvensional. Dalam konteks ini, keberlanjutan industri televisi memerlukan perhatian serius dari pemerintah, regulator, pelaku industri, serta masyarakat luas.
Disrupsi Digital dan Perubahan Lanskap Penyiaran
Perkembangan teknologi digital telah melahirkan berbagai platform media baru seperti YouTube, Netflix, TikTok, dan platform Over-The-Top (OTT) lainnya yang kini menjadi sumber utama konsumsi konten masyarakat. Hal ini mengakibatkan perubahan signifikan dalam preferensi audiens yang kini lebih menyukai konten on demand, interaktif, dan dapat diakses kapan saja melalui perangkat pribadi.
Model bisnis penyiaran tradisional yang bergantung pada iklan dan siaran terjadwal mengalami tekanan hebat. Di tengah arus digitalisasi, televisi menghadapi tantangan dalam mempertahankan pangsa pasar, pangsa pemirsa dan relevansi kontennya, terutama di kalangan generasi muda yang lebih memilih multiplatform.
Perpindahan Belanja Iklan ke Multiplatform Asing
Salah satu dampak paling nyata dari disrupsi digital adalah beralihnya belanja iklan dari televisi ke multiplatform. Para pengiklan kini lebih tertarik pada platform yang menawarkan segmentasi audiens yang lebih presisi, pengukuran performa yang transparan, serta jangkauan global. Platform seperti Google dan Meta (Facebook, Instagram) menyerap porsi besar dari total belanja iklan nasional.
Akibatnya, pendapatan industri televisi nasional mengalami penurunan yang signifikan. Menurut laporan Nielsen, proporsi belanja iklan yang mengalir ke televisi menurun dari tahun ke tahun, sedangkan multiplatform justru mengalami lonjakan. Hal ini menciptakan ketimpangan dan mengancam keberlanjutan lembaga penyiaran Indonesia.
Tekanan Ekonomi dan Beban Regulasi
Kondisi ekonomi global dan nasional yang belum stabil turut memperburuk situasi. Di sisi lain, lembaga penyiaran menghadapi berbagai beban regulasi dan kewajiban administratif yang kian memberatkan. Beban biaya dan regulasi penyiaran menjadi faktor yang mengurangi efisiensi dan daya saing.
Sebagai contoh, dalam kondisi industri penyiaran yang sedang tidak baik baik saja, tetap berlaku batasan iklan niaga 20% perhari, kewajiban menayangkan siaran lokal 10 % dari total jam siaran perhari, alokasi penyangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) sebesar 10% dari total Iklan niaga perhari, pembatasan jam tayang iklan rokok antara pukul 21.30 hingga 05.00. Ini juga berkontribusi bagi penurunan pendapatan. Dilain pihak beban biaya sama sekali tidak berkurang seperti biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), Izin Siaran Radio (ISR/Frekuensi), serta kewajiban perpajakan seperti PPh dan PPn. Di internal Lembaga Penyiaran juga tetap ada beban operasional (Opex) dan investasi (Capex).
Persaingan yang Tidak Seimbang dengan Multiplatform
Salah satu masalah pokok yang dihadapi industri penyiaran dalm persaingan perebutan iklan adalah tidak adanya kesetaraan regulasi antara media penyiaran dan multiplatform. Lembaga penyiaran diatur secara ketat oleh Undang-Undang Penyiaran dan berbagai peraturan turunannya, dan Peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Sementara multiplatform tidak dikenai regulasi yang serupa, padahal mereka juga menyajikan konten siaran dan iklan kepada masyarakat Indonesia.
Ketimpangan ini menciptakan medan persaingan yang tidak adil (unfair competition). Multiplatform tidak hanya bebas dari aturan konten yang disiarkan, berbagai beban biaya penyiaran, pajak, hingga aturan sensor, tetapi juga tidak memiliki tanggung jawab kepada masyarakat dalam menyiarkan konten seperti yang selama ini diemban oleh Lembaga Penyiaran konvensional.
Langkah Jangka Pendek yang Mendesak : Menunda Regulasi yang Melemahkan Industri
Dalam situasi krisis seperti saat ini, perlu ada tindakan cepat dan konkret. Salah satu langkah yang bisa cepat dilakukan pemerintah adalah menunda pemberlakuan seluruh regulasi yang melemahkan daya saing, menghambat efisiensi, dan menambah beban biaya bagi industri penyiaran.
Regulasi yang melemahkan Daya Saing diantaranya : batasan iklan niaga maksimal 20% perhari, kewajiban penyangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) sebesar 10% dari total waktu iklan niaga, pembatasan jam tayang Iklan Rokok pukul 21.30-05.00. Untuk regulasi yang Menghambat Efisiensi seperti pembayaran biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), pembayaran biaya Izin Siaran Radio (ISR/Frekuensi), kewajiban pembayaran PPh dan PPn. Dan regulasi yang menambah Beban Biaya diantaranya kewajiban menyelenggarakan Siaran Lokal di tiap provinsi sebanyak 10% dari total jam siaran perhari dan PKPI Nomor 3 Tahun 2024 yang didalamnya mengatur Sanksi Denda Administratif Pelanggaran Isi Siaran.
Bentuk Dukungan Pemerintah untuk Keberlanjutan Penyiaran
Untuk menjamin keberlanjutan industri penyiaran nasional, pemerintah perlu memberikan dukungan nyata dalam bentuk : Pertama, memberikan Insentif Pajak berupa keringanan atau pembebasan sementara PPh dan PPn. Kedua, memberikan Hibah Langsung berupa bantuan dana untuk mendukung biaya operasional dan produksi konten. Ketiga, Alokasi Belanja Negara di pusat dan daerah dengan menyalurkan iklan pemerintah melalui lembaga penyiaran yang bersiaran secara nasional maupun lokal.
Dukungan ini akan memberikan ruang nafas bagi industri penyiaran yang tengah menghadapi tekanan luar biasa, sekaligus dapat menjaga keberagaman informasi dan konten yang disiarkan oleh Lembaga Penyiaran.
Revisi UU Penyiaran yang relevan dengan Era Multiplatform
Langkah lainnya yang tidak kalah penting adalah segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Penyiaran agar menciptakan kesetaraan (equal level playing field) antara media konvensional dan multiplatform. Disisi lain hal ini sekaligus merupakan peningkatan upaya perlindungan masyarakat dari dampak negatif konten yang disiarkan multiplatform.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam revisi Undang-Undang Penyiaran ini antara lain, Pertama, Penyederhanaan Regulasi Lembaga Penyiaran yaitu dengan menghilangkan seluruh ketentuan/aturan yang melemahkan daya saing, menghambat efisiensi, dan menambah beban biaya bagi industri penyiaran. Caranya : batasan persentase iklan niaga dihilangkan; tayangan iklan rokok tetap di bolehkan; jumlah badan hukum media penyiaran televisi yang bersiaran nasional dijadikan 1 (satu) badan hukum saja; pengelompokan wilayah siaran dibuat dua yaitu nasional dan lokal; aturan konten tidak terlalu ketat sehingga tidak mengekang bahkan mematikan kreatifitas konten. Kedua, mendorong Self Regulation oleh Lembaga Penyiaran dimana pembuatan Pedoman Perilaku dan Kode Etik (Code of Conduct and Code of Ethics) dilakukan sendiri oleh asosiasi Lembaga Penyiaran sesuai karakteristiknya masing masing seperti untuk televisi nasional, televisi lokal dan radio. Ketiga, Pengawasan yang lebih sederhana dengan menata kembali lembaga dan hubungan kerja antara Komisi Penyiaran, Lembaga Sensor, Dewan Pers dan lembaga lain termasuk ormas. Hal ini dimaksudkan agar fungsi pengawasan tidak memberatkan Lembaga Penyiaran namun tetap menjamin tanggung jawabnya kepada publik. Keempat, Pengaturan Ekosistem Media sehingga bisa mendorong kolaborasi antar media, keberpihakan terhadap media dan konten lokal Indonesia, serta inovasi bisnis baru. Kelima, Multiplatform diregulasi sehingga melindungi masyarakat dari konten negatif yang disiarkan dan pada saat yang sama menciptakan keadilan (equal level playing field) bagi industri penyiaran konvensional. Regulasi ini mencakup beberapa hal seperti konten, badan hukum, penyelenggaraan penyiaran, standar teknis, perizinan, perpajakan dan ketenagakerjaan.
Penutup
Keberlanjutan industri televisi di Indonesia tidak akan tercapai tanpa intervensi kebijakan yang tepat sasaran dan berpihak pada prinsip keadilan kompetitif. Ketimpangan antara media penyiaran dan multiplatform harus segera diatasi melalui revisi regulasi, pemberian insentif, serta pembenahan ekosistem media secara menyeluruh. Penyiaran nasional memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan bangsa, membangun karakter publik, serta menyuarakan kepentingan nasional Indonesia. Oleh karena itu, menyelamatkan televisi Indonesia dari tekanan era multiplatform bukan hanya kepentingan industri, tetapi juga kepentingan semua pemangku kepentingan penyiaran termasuk masyarakat, bangsa dan negara.