Kata Ketua MA soal Larangan Perberat Vonis Dihapus dalam RUU KUHAP

Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto (Tangkapan Layar YouTube Sekretariat Presiden)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar Ramadhan

Jakarta, VIVA – Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto merespons revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menghapus Pasal 293 Ayat 3.

Sunarto menjelaskan penyusunan rancangan undang-undang, khususnya KUHAP adalah kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Maka itu, pihaknya akan melaksanakan apapun yang diatur dalam UU.

“Mahkamah Agung itu hanya user, pengguna. Jadi akan melaksanakan apa yang tertuang di dalam UU itu,” ujar Sunarto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Juli 2025.

Gedung Mahkamah Agung

Photo :
  • ANTARA FOTO

Dalam proses pembahasannya, kata dia, MA juga diminta untuk memberikan pendapat soal RUU KUHAP, dan pihaknya telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP.

“Nanti itu kewenangan mutlak, kewenangan absolut dari lembaga legislatif. Mahkamah Agung enggak boleh, kami ini hanya user, pengguna undang-undang, bukan pembuat undang-undang,” jelas Sunarto.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat menghapus Pasal 293 Ayat 3 dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Adapun Pasal 293 ayat (3) berbunyi: ‘Dalam hal Mahkamah Agung menjatuhkan pidana terhadap terdakwa maka pidana tersebut tidak boleh lebih berat dari putusan judex factie’.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan seluruh peserta rapat Panja RUU KUHAP menyetujui usulan pemerintah terkait larangan MA perberat vonis dihapus.

Ilustrasi Bantuan Hukum

Photo :
  • vstory

“Jadi DIM (Daftar Inventaris Masalah) tersebut, Pasal 293 Ayat 3 tersebut sudah dihapus. Jadi tidak ada ketentuan bahwa Mahkamah Agung tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada pengadilan sebelumnya atau judex facti,” ujar dia.

Habiburokhman menjelaskan, dengan dihapusnya pasal tersebut, Mahkamah Agung bisa memvonis terdakwa lebih berat atau lebih ringan dari putusan pengadilan sebelumnya dalam RUU KUHAP.

“Jadi Mahkamah Agung tetap bisa menjatuhkan hukuman sesuai keyakinannya, apakah lebih berat atau tidak lebih berat daripada pengadilan yang sebelumnya,” kata politisi Partai Gerindra itu.