Merayakan Lebaran di Negeri Orang

Perayaan Idul Fitri 1438 H di Birmingham of University
Sumber :
  • facebook.com/pg/pengajian.birmingham

Saat dia tinggal di Washington DC bersama dengan satu keluarga Indonesia, suasana Lebaran di Tanah Air cukup terasa. Sebab, ada menu-menu khas Lebaran ala Indonesia, seperti kue-kue kering, lontong dan opor ayam.

Meski Lebaran di AS bukan merupakan libur nasional saat itu, namun Triwik bisa menghadiri acara open house yang diadakan Kedutaan Besar RI (KBRI) setelah mengajukan izin. Sehingga dia bisa berinteraksi tidak hanya dengan komunitas Indonesia di Amerika Serikat tetapi juga dengan orang lintas negara. Di acara open house tersebut, orang Indonesia yang hadir pun berkesempatan foto dengan Duta Besar Indonesia untuk AS dan menikmati berbagai hidangan khas Lebaran, seperti opor ayam, sambal goreng hati, kerupuk dan lainnya.  Dan meski AS merupakan negara minoritas Muslim, namun masyarakat AS sangat terbuka dan menghormati perbedaan.

"Mereka yang non-Muslim rata-rata tidak tahu ada perayaan Idul Fitri. Saat mereka tahu, mereka memberikan ucapan selamat. (Lebaran di AS) sangat multikultural karena dapat bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia," tutur Triwik yang tahun ini merayakan Lebaran di Solo.   

Sementara perayaan Lebaran di Serbia, negara yang terletak di Eropa Timur wilayah Balkan ini pun senyap. Itu karena populasi Muslim di Serbia hanya sekitar 3 persen, sehingga tak terdengar kemeriahannya.

Famega Syavira Putri, traveler yang keliling 18 negara selama 4,5 bulan lewat jalan darat ini merasakan sedihnya berlebaran menjadi minoritas di negara pecahan Yugoslavia tersebut pada tahun 2014 silam. "Sebagai orang yang biasa berlebaran sebagai mayoritas, rasanya sedih berlebaran sebagai minoritas. Saat malam Lebaran, tak ada takbir, tak ada perayaan, hanya malam yang biasa-biasa saja di pusat kota," ujarnya.

Bahkan untuk mendapatkan informasi soal pelaksanaan salat Id di Masjid Islam-Aga di pusat kota Nis, karyawan swasta di Jakarta ini mengaku kesulitan. Dia harus bertanya ke pengurus masjid sebelum Lebaran tiba dengan membawa teman Serbia lantaran pengurus masjid tersebut tak bisa berbahasa Inggris.

Akhirnya diketahui bahwa masjid akan mengadakan salat Id pada pukul 08.00 waktu setempat. Namun pemilik panggilan Cya ini diminta hadir lebih awal sekitar pukul 07.00 untuk takbir bersama. "Pukul 07.00 pada hari Lebaran, saya berangkat ke masjid. Jalanan sungguh sepi, sepertinya orang-orang lain belum bangun. Sampai di masjid, sama sepinya. Saya sempat ragu. Dari luar tidak ada satu orangpun terlihat dan tidak ada suara takbir terdengar," katanya.