- Raden Jihad Akbar/VIVA.co.id
Ada yang menuding data BPS tidak valid, bagaimana Bapak menyikapinya?Â
Kalau konsumen kan ada yang mengawasi, BPS juga ada yang mengawasi. Di level nasional itu ada yang namanya Forum Masyarakat Statistik, itu lembaga independen. Anggotanya ada 21, sekarang dia yang memimpin Pak Bustanul Arifin. Tapi, di sana melibatkan teman-teman akademis, ada birokrat, itu betul-betul kami melakukan pertemuan rutin dan mengevaluasi kualitas data BPS. Itu di level nasional.
Di level internasional, juga ada tim internasional yang datang ke BPS dua kali setahun. Mereka datang, dan akan bawa laptop dan mengecek betul data pertumbuhan ekonomi yang dihitung oleh BPS itu betul-betul valid atau tidak.Â
Hasil evaluasi itu nanti akan diupload di website-nya, dilaporkan ke Komisi Statistik Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Misalnya, kalau Anda buka web Dana Moneter Internasional (IMF), di sana ada declare data pertumbuhan ekonomi yang dirilis di Indonesia qualified. Mungkin teman-teman banyak yang tidak tahu kalau kita sudah rilis, selesai begitu, tidak. Ada yang betul-betul memonitor, dan kita betul-betul mempertanggungjawabkan.
Untuk IMF itu yang dicek adalah pertumbuhan ekonomi dan ekspor dan impor serta inflasi. Kalau di Komisi Statistik PBB ada warning. Misalnya negara A, dikasih warna merah. Karena katakanlah data inflasinya dipertanyakan, bisa kena default.
BPS sudah pernah mendapatkan warning seperti itu?
Alhamdulillah enggak. Alhamdulilah belum. Janganlah.
