Sosok Rodrigo Duterte, Eks Presiden Filipina yang Disebut Bertanggung Jawab atas 30 Ribu Kematian
- AP News
Manila, VIVA – Rodrigo Duterte, mantan Presiden Filipina yang terkenal dengan kebijakan kerasnya terhadap kejahatan, kini menghadapi tuduhan serius atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.Â
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan atas dirinya, yang akhirnya Duterte ditangkap di Bandara Manila pada Selasa 11 Maret 2022 sekitar pukul 09.20 waktu setempat, ia langsung diamankan oleh petugas kepolisian
Penangkapan ini terkait dengan kampanye perang melawan narkoba yang disebut-sebut telah menyebabkan lebih dari 30 ribu orang tewas seperti dilansir Al Jazeera.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
- ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Wisnu Widiantoro
Kebijakan Brutal Perang Melawan Narkoba
Duterte, yang menjabat sebagai Presiden Filipina dari 2016 hingga 2022, menjalankan kebijakan anti narkoba yang kontroversial. Ia secara terbuka mendorong polisi untuk menembak dan membunuh tersangka pengguna serta pengedar narkoba, bahkan mengindikasikan bahwa ia sendiri pernah membunuh kriminal selama menjabat sebagai wali kota Davao.
Menurut catatan resmi kepolisian Filipina, sekitar 7 ribu orang tewas dalam operasi anti narkoba selama enam tahun masa pemerintahannya. Namun, organisasi hak asasi manusia mengklaim jumlah korban sebenarnya bisa mencapai lebih dari 30 ribu orang, termasuk anak-anak dan individu yang tewas dalam serangan yang diduga dilakukan oleh kelompok tak dikenal, yang ternyata banyak di antaranya adalah aparat kepolisian
"Penangkapannya dapat membawa para korban dan keluarga mereka lebih dekat ke pengadilan dan mengirimkan pesan yang jelas bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum," ujar Wakil Direktur HRW untuk Asia, Bryony Lau dikutip Al Jazeera.
Sosok Duterte: Dari Wakil Walikota hingga Presiden Kontroversial
Rodrigo "Digong" Duterte lahir pada 28 Maret 1945 di Massin, Leyte Selatan, Filipina. Ia berasal dari keluarga politisi; ayahnya adalah seorang pengacara dan gubernur Davao. Duterte menempuh pendidikan hukum dan kemudian berkarier sebagai jaksa sebelum terjun ke dunia politik.
Karier politiknya dimulai pada 1988 ketika ia terpilih sebagai Wakil Walikota Davao hingga 1998, kemudian naik menjadi Walikota Davao pada 2001 hingga 2010.
Jabatan di pemerintahan yang dipegangnya selama lebih dari dua dekade dan di bawah kepemimpinannya, Davao dikenal sebagai salah satu kota dengan aturan keamanan paling ketat di Filipina. Namun, metode kepemimpinannya yang keras juga menuai kritik tajam.
Duterte pernah mengakui bahwa ia secara pribadi menembak mati tiga orang saat menjabat sebagai wali kota, pernyataan yang semakin mengukuhkan reputasinya sebagai pemimpin tanpa kompromi.
Ketika maju sebagai calon presiden pada 2016, Duterte dengan lantang menyatakan bahwa ia akan membawa kebijakan yang sama ke tingkat nasional.
"Jika saya berhasil masuk istana presiden, saya akan melakukan apa yang saya lakukan sebagai wali kota. Pengedar narkoba, perampok, dan orang-orang yang tidak melakukan apa-apa, lebih baik kalian keluar. Karena saya akan membunuh kalian," ujarnya dalam salah satu kampanye 2016 lalu.
Duterte memenangkan pemilu dengan suara telak, mengalahkan rivalnya, Mar Roxas, dengan selisih hampir 6 juta suara.
Selama menjabat, Duterte tidak hanya dikenal karena kebijakan anti narkobanya, tetapi juga hubungan dekatnya dengan Tiongkok dan sikap kerasnya terhadap Amerika Serikat.Â
Ia juga sering melontarkan pernyataan kontroversial yang membuatnya mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk PBB dan organisasi hak asasi manusia.
