Rekam Jejak Sanae Takaichi, PM Perempuan Pertama Jepang
- Nikkei Asia
Takaichi akan menjadi perdana menteri keempat sejak kematian Abe, setelah Yoshihide Suga, Fumio Kishida, dan Shigeru Ishiba.
Takaichi ​​​​​​​dikenal sebagai mantan anak didik Abe dan pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi di bawah pemerintahan Abe dari 2019 hingga 2020.
Pandangan Konservatif dan Garis Keras
Kepemimpinan Takaichi di LDP menarik perhatian publik terhadap pandangannya yang konservatif dan keras, sehingga memunculkan pertanyaan mengenai arah kebijakan Jepang di bawah pemerintahannya.
Dia dikenal sejalan dengan pandangan konservatif Shinzo Abe, yang bersikap tegas dalam diplomasi, terutama terhadap China.
Pakar Jepang Tobias Harris kepada Nikkei Asia mengatakan bahwa Takaichi berambisi melampaui Abe dalam memperkuat sistem keamanan Jepang agar mampu menghadapi beragam ancaman, bukan hanya militer, tetapi juga ekonomi, pangan, dan meningkatnya populasi asing dan pariwisata berlebihan yang dia soroti selama kampanye.
Beberapa pandangan Takaichi tentang Perang Dunia II mencakup kritik terhadap buku teks yang dianggapnya tidak memuat "prestasi besar para pendahulu" dan menyebut ekspansi luar negeri Jepang sebagai bentuk "agresi," seperti tertulis dalam kolom di situs webnya pada 2004.
Dalam pidato kemenangannya, dia mengatakan bahwa "banyak kebijakan yang harus segera dijalankan."
"Semua (anggota parlemen LDP) harus bekerja — bekerja seperti kuda. Saya akan menyingkirkan konsep keseimbangan kerja dan kehidupan. Bekerja, bekerja, bekerja — itulah yang akan saya lakukan. Saya meminta Anda semua untuk bekerja tak kenal lelah demi Jepang dan membangun kembali LDP," kata Takachi.
Awal pekan ini, Takaichi menyebut Taiwan sebagai "mitra yang sangat penting dan sahabat berharga bagi Jepang."
Kemenangannya juga menimbulkan pertanyaan terkait kesepakatan dagang Jepang dengan Amerika Serikat.
Sebelumnya, dia menyatakan bahwa Tokyo "harus bersikap tegas" jika menemukan hal-hal yang "tidak adil dan merugikan kepentingan Jepang" dalam pelaksanaan kesepakatan investasi senilai 550 miliar dolar AS yang dijanjikan kepada Washington sebagai bagian dari kesepakatan tarif rendah, menurut laporan Bloomberg.
Takaichi bahkan tidak menutup kemungkinan untuk meninjau ulang perjanjian itu.
Takaichi juga merupakan anggota Nippon Kaigi, kelompok ultranasionalis dan konservatif terbesar di Jepang. Organisasi tersebut bertujuan "mengubah kesadaran nasional pascaperang yang didasarkan pada pandangan sejarah Pengadilan Tokyo" dan mendorong amandemen Konstitusi Jepang yang berhaluan pasifis.​​​​​​​