Bantaran Kali di Jabar Akan Diklaim Milik Negara, Dedi Mulyadi: Solusi Normalisasi Sungai
- VIVA.co.id/Rinna Purnama (Depok)
Depok, VIVA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid akan melakukan pengkajian ulang terhadap sertifikat kepemilikan tanah warga yang berada di kawasan garis sempadan sungai (GSS) atau bantaran sungai.
GSS yang terdiri dari tanah landed saat ini hampir semuanya dikuasai oleh masyarakat. Inilah yang menghambat proses pelebaran sungai.
“Untuk tanah yang ada di dalam garis sempadan sungai itu kita tetapkan nanti menjadi tanah negara dan akan dimiliki oleh Balai Besar Sungai. Nanti kita akan terbitkan sertifikat untuk Balai Besar Sungai. Kalau BBWS sumber daya air tidak mempunyai duit untuk mengukur, ngukurnya ditanggung oleh Pemda provinsi. Sehingga semua aset tanah sempadan Sungai itu menjadi asetnya negara, supaya ke depan masyarakat tidak bisa mempunyai klaim sepihak membangun maupun mempunyai sertifikat disepanjang bibi-bibir sungai tersebut, sehingga ini untuk menjaga ekosistem kedepan ya,” katanya usai rapat koordinasi evaluasi tata ruang bersama Gubernur Jawa Barat dan Bupati/Walikota se-Jawa Barat di Depok, Selasa 11 Maret 2025.
Banjir luapan sungai yang menggenangi perumahan di Bekasi, Jawa Barat
- ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Nusron mengatakan untuk yang sudah terlanjur bersertifikat langkah yang dilakukan adalah pengkajian kembali. Jika prosesnya tidak benar dan tidak sesuai, atau ditemukan kecurangan maka akan dibatalkan sertifikatnya. Namun bagi yang sesuai aturan dan memiliki sertifikat maka akan dilakukan penggantian berupa kerahiman.
“Tapi kalau memang itu tanah negara prosesnya nggak bener dia ngotot ya mungkin kalau ada pelebaran solusinya ada kerahiman, sifatnya kerahiman tidak pakai appraisal karena kerahiman, karena itu bukan haknya tapi kalau yang haknya nanti ada pengadaan tanah. Kondisi ini diharapkan jangka panjang ekosistemnya terjaga, investasinya terganggu kepastian hukum ada,” ujarnya.
Dia menyebut, ada 10 wilayah di Jawa Barat yang belum merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) karena kondisinya sudah tidak sesuai. Kemudian, target RDTR baru 17?n ini yang membuat perizinan itu menjadi kacau.
“Kenapa? Zoomingnya enggak ketahuan. Karena semua izin kegiatan apapun itu kan dimulai dari kegiatan kemanfaatan, kegiatan kemanfaatan kesesuaian pemanfaatan ruang, ya kan ini dulu KKPM,” bebernya.