Jumlah Perokok RI Kedua Tertinggi di Dunia, Pemerintah Perlu Strategi Lain untuk Tekan Angka Kematian
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
Jakarta, VIVA - Pemerintah disarankan perlu strategi lain untuk menekan angka kematian akibat rokok. Sebab, status Indonesia saat ini merupakan negara negara dengan urutan kedua jumlah perokok tertinggi di dunia.
Dokter Ahli Fisiologi Universitas Padjajaran (Unpad) Ronny Lesmana menilai penelitian mengenai metode Pengurangan Risiko Tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR) sebagai alternatif berhenti merokok jadi salah satu strategi dalam dasar penyusunan aturan.
Menurut Ronny, peran pemerintah untuk mendukung riset tentang ini sangat diperlukan. Ia mengatakan demikian karena hasil riset akan jadi data awal untuk merumuskan peraturan berbasis data.
Dia menyoroti angka kematian di Tanah Air akibat rokok saat ini mencapai 300 ribu per tahun.
“Data dari penelitian menjadi komparasi yang baik sebagai dasar bagaimana memutuskan suatu regulasi. Regulasi ini mau dibuat seperti apa? Pemerintah harus investasi untuk penelitian, termasuk metode alternatif ini," kata Ronny, dikutip pada Senin, 3 Februari 2025.
Ilustrasi dilarang merokok.
- Pixabay
Ronny bilang untuk memahami suatu ilmu itu mahal karena isu THR tak pernah diangkat.
Pun, dia menambahkan selama ini penelitian didominasi sudut pandang tembakau sebagai komoditas. Dari sisi kesehatan, studi untuk memanfaatkan produk alternatif tembakau yang rendah risiko belum dilakukan.
Dari situasi itu, akademisi melakukan studi-studi alternatif,termasuk lembaga yang dinaungi universitas tempat Ronny bekerja. Meski demikian, penelitian tersebut belum diterima dengan baik oleh pemerintah sebagai penunjang penetapan aturan.
Ronny menuturkan pemerintah RI belum melihat THR sebagai peluang yang bisa dimaksimalkan untuk membuat perokok beralih hingga akhirnya berhenti merokok.
Ia menyinggung riset “Lives Saved Report” yang terbit November 2024, penerapan THR dalam kebijakan publik diproyeksikan akan menyelamatkan 4,6 juta nyawa di RI hingga 2060.
Lebih lanjut, dia menambahkan metode THR muncul sebagai pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan akibat rokok. Langkah itu dengan memberikan opsi alternatif yang lebih rendah risiko bagi pengguna.
Dia mengatakan dari hasil penelitian memperlihatkan produk alternatif yang tersedia mendukung upaya untuk berhenti merokok. Dijelaskan Ronny, di negara-negara maju seperti Swedia, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang, THR jadi bagian vital bagi pemerintahnya dalam mendesain kampanye berhenti merokok.
Untuk di Swedia, ia mencontohkan tingkat merokok menurun dalam 15 tahun terakhir. Penurunan itu dari 15 persen menjadi 5,3 persen.
“Pemerintah kita terlalu ketat dalam memandang produk tembakau alternatif ini, hanya jalan dengan paradigma tidak boleh merokok. Namun, fakta di lapangan, selama rokok masih diizinkan, perlu opsi menurunkan risiko dalam bentuk lain," lanjut Ronny.
Kemudian, ia mengatakan upaya itu jadi bagian yang dilakukan untuk menurunkan risiko dan dampak buruk penggunaan tembakau. Konsep THR yang dinilai masih asing juga perlu diperkenalkan kepada masyarakat.
Dijelaskan dia, sosialisasi itu dengan pengetahuan manfaatnya bagi perokok untuk beralih hingga akhirnya benar-benar berhenti merokok.
Maka itu, ia menekankan pemerintah perlu mendukung penelitian agar mereka bisa mencurahkan fokus terhadap keberadaan produk tembakau alternatif.