Sejalan yang Dicanangkan Prabowo, Istana Dukung Kejagung Usut Kasus Korupsi Minyak di Pertamina
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA – Pihak Istan memastikan, memberi dukungan penuh terhadap langkah Kejaksaan Agung dalam pengusutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pertamina. Apalagi ini sesuai dengan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto yakni memerangi korupsi.
Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, mengatakan pemerintah mendukung penindakan dan pengusutan kasus korupsi tersebut. Dimana bahan bakar minyak atau BBM jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.
Hasan menyebut, penindakan yang dilakukan Kejagung dalam kasus itu sudah sesuai dengan keinginan PresidenPrabowo dalam memerangi korupsi di Indonesia.
"Ya dari pemerintah kita mendukung langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan karena ini juga merupakan bagian yang dicanangkan Presiden Prabowo yaitu memerangi korupsi," kata Hasan kepada wartawan di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, 27 Februari 2025.
Hasan menyebut, praktik korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) manapun harus diberantas. Apalagi ini merugikan keuangan negara yang sangat besar.
"Jadi korupsi dimana pun, di lembaga manapun, di BUMN manapun baik itu di pusat maupun di daerah memang harus diberantas dan diperangi," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak tujuh orang ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS tahun 2018-2023.
"Menetapkan tujuh orang saksi menjadi tersangka," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Senin, 24 Februari 2025.
Ketujuh tersangka tersebut adalah RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF selaku Dirut PT Pertamina International Shiping; AP, selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International; dan MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Lalu dua lainnya yakni, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan YRJ, selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera. Mereka pun langsung ditahan Korps Adhyaksa.
Sementara itu pada Rabu, 26 Februari 2025, Kejagung kembali menetapkan dua tersangka baru. Mereka yaitu Maya Kusmaya yang merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga. Kemudian, ada Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
Modus yang dilakukan dalam kasus tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS tahun 2018-2023, sungguh culas.
Dalam kasus ini modusnya adalah mengoplos bensin jenis Pertalite dengan Pertamax. Hal itu dilakukan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaaan lewat pengadaan produk kilang. Riva membeli bahan bakar minyak (BBM) Ron 90 dengan harga BBM Ron 92. Lalu, kemudian dioplos.
”Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS (Riva) melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah (dari Ron 92) kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk menjadi Ron 92,” ungkap Harli.
Apa yang ini dilakukan ini merugikan masyarakat triliun rupiah. Berdasar penghitungan awal, dalam kasus ini kerugian keuangan negara mencapai Rp193,7 triliun. Sebab, selain modus oplos Pertalite dengan Pertamax, juga dilakukan modus lainnya. Seperti, ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah lewat broker, serta impor BBM melalui broker.
Kerugian pun muncul buntut pemberian kompensasi dan kerugian pemberian subsidi. Jika dirinci, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi 2023 Rp 21 triliun.