Kecerdasan Buatan Mulai Dominasi Berbagai Sektor, Jadi Peluang atau Ancaman?

Diskusi DPP PKB Bidang Perdagangan dan Industri, dengan tema 'AI vs Manusia. Revolusi Industri Masa Depan atau Ancaman Eksistensi?'.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Jakarta, VIVA – Perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) semakin pesat dan mulai mendominasi berbagai sektor industri, termasuk perdagangan dan manufaktur.

'Self-Cleaning' sampai AI Lengan Robot: Teknologi Vakum yang bikin Kamu Malas Pegang Sapu Lagi

Dalam diskusi yang digelar oleh DPP PKB Bidang Perdagangan dan Industri, dengan tema "AI vs Manusia. Revolusi Industri Masa Depan atau Ancaman Eksistensi?", Ketua DPP PKB Lukmanul Khakim menyoroti bagaimana AI telah menjadi dua mata pisau bagi dunia usaha.

"Kalau dulu filsuf Perancis, salah satu filsuf Perancis namanya René Descartes itu, punya ungkapan yang sangat terkenal cogito ergo sum, kita berpikir maka kita ada. Nah itu dulu sebenarnya untuk mengidentifikasi bahwa makhluk yang ada di muka bumi ini yang memiliki kemampuan berpikir itu hanya manusia untuk membedakan dengan tanaman, dengan hewan dengan benda-benda lain dengan makhluk-makhluk lain yang tidak memiliki karakteristik identifikasi kemampuan berpikir," kata Lukmanul Khakim di DPP PKB, Jakarta, pada Kamis, 27 Februari 2025.

Dikira cuma Peta Digital, Ternyata Google Maps dengan AI dan Cloud bisa Jadi Mesin Uang

Ilustrasi manajemen data / Artificial Intelligence (AI)

Photo :
  • SAP

"Nah lambat laun dengan kemajuan teknologi hari ini ternyata sudah ditemukan teknologi yang namanya AI, Artificial Intelligence, di mana robot atau komputer memiliki kemampuan untuk berpikir sebagaimana pemikiran yang dimiliki oleh manusia kita ini," tambahnya.

Tebar Rp 2,7 Triliun Dividen 2024, Indosat Kasih Bukti Punya Neraca Keuangan Sehat

Ia menjelaskan bahwa AI kini mampu mengolah data, menganalisisnya, serta memberikan rekomendasi dan keputusan strategis dalam bisnis. Bahkan, di level tertinggi, AI sudah bisa mengambil keputusan sendiri.

Namun, di balik manfaat AI, ada tantangan besar yang harus diatasi. Lukmanul menyoroti kesenjangan infrastruktur digital, di mana hanya 60 persen populasi Indonesia yang memiliki akses internet. Selain itu, kesenjangan keterampilan digital masih mencapai 48 persen, yang menghambat banyak pelaku usaha untuk memanfaatkan AI secara optimal.

"Nah kesenjangan infrastruktur teknologi kita ini, hanya sekitar 60 persen populasi Indonesia yang memiliki akses internet. Nah ini benar bagi kita, ini artinya ada area-area atau daerah-daerah yang belum terfasilitasi internet maupun juga person-personnya orang-orangnya ya, yang belum mendapatkan akses terhadap internet," ujarnya.

Wafa Taftazani, General Manager for Indonesia di Tools for Humanity, menambahkan bahwa meskipun AI dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, regulasi dan infrastruktur harus diperkuat agar teknologi ini tidak hanya menguntungkan segelintir pihak.

Senada dengan itu, Nur Anis Handayati, Direktur Etika dan Tata Kelola Kolaborasi Riset & Inovasi AI Indonesia (KORIKA), menekankan bahwa kolaborasi manusia dan AI menjadi kunci utama dalam menghadapi perubahan industri ini.

"Nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai US$ 130 miliar pada tahun 2025 ini. Nah ini misalnya e-commerce yang sekarang sudah menjamur di tengah-tengah kita, kita tahu ada Tokped, ada Shopee dan seterusnya. Itu semuanya sudah menggunakan teknologi AI, mulai dari terutama itu rekomendasi barang-barang yang diinginkan oleh konsumen. Begitu kita buka langsung keluar. Kita karena mau Ramadan yang kita omongin setiap hari Ramadan, keluar kopiah. Kita karena sebentar lagi Ramadan, keluar foto-foto sarung. Kita karena sebentar lagi Ramadan, keluar foto-foto tasbih sebagai rekomendasi konsumen untuk membeli hal-hal yang dibicarakan," jelasnya.

Menghadapi tantangan ini, Lukmanul Khakim menegaskan bahwa Indonesia harus mengadopsi tiga strategi utama:

1. Optimalisasi manufaktur dan rantai pasok dengan AI – Penggunaan AI di sektor manufaktur untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

2. Akselerasi perdagangan digital dan ekspor berbasis teknologi – Memberikan akses yang lebih luas bagi UMKM untuk memanfaatkan platform digital.

3. Penguatan regulasi dan infrastruktur AI – Mendorong kebijakan yang memastikan AI berkembang dengan kontrol manusia yang ketat.

"Kemudian kita juga ingin menyampaikan bahwa kolaborasi AI dan manusia itu dalam rantai pasok perdagangan dan perindustrian. Nah ini terkait dengan keputusan strategis, memang AI itu punya kemampuan baca yang sangat bagus. Dia mampu membaca data. Dia mampu menganalisis data, tetapi kembali lagi pada saat keputusan diambil itu haruslah manusia sendiri yang mengambil keputusan," ungkap Lukmanul.

Oleh Soleh, Anggota DPR RI Komisi I Fraksi PKB, menambahkan bahwa upskilling tenaga kerja harus menjadi prioritas agar pekerja yang terdampak otomatisasi tetap bisa beradaptasi.

Fabian Bodensteiner, Founding Member / Managing Director of World Foundation, menekankan pentingnya kebijakan yang mengatur pengembangan AI agar tetap menguntungkan tenaga kerja manusia.

"Nah tetapi kalau dalam genggaman manusia, dalam genggaman kontrol manusia, itu harus tetap dikendalikan. Harus tetap dibatasi, agar tidak liar kira-kira gitu," tuturnya.

Para narasumber sepakat bahwa AI bukanlah ancaman jika diterapkan dengan pendekatan yang tepat. Kolaborasi antara teknologi dan manusia harus terus dikembangkan agar AI dapat menjadi mitra dalam pertumbuhan industri dan perdagangan di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya