Kasus Korupsi di Pertamina, Istana: Serahkan Kepada Penegakan Hukum Tanpa Ada Intervensi

Peran 7 Pelaku Korupsi Minyak Pertamina
Sumber :
  • YouTube VIVA.CO.ID

Jakarta, VIVA – Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa pemerintah menyerahkan sepenuhnya penegakan hukum kasus korupsi bahan bakar minyak atau BBM jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax, kepada Kejaksaan Agung

28 Saksi Termasuk 2 Stafsus Mantan Mendikbud Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung Dalam Kasus Pengadaan Laptop

Hasan memastikan tidak ada intervensi dari pihak manapun dalam kasus yang tengah diusut oleh Kejagung tersebut.

"Ya kita serahkan saja ya kasus hukum ini kepada penegak hukum tanpa ada intervensi dari sana-sini," kata Hasan kepada wartawan di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, 27 Februari 2025.

Mahfud MD Setuju Prabowo Tempatkan TNI di Sektor Tertentu Tempat Mafia Hidup

Hasan meyakini, Kejagung akan menegakkan hukum secara jujur dan adil dalam kasus korupsi pengoplosan BBM tersebut.

Di sisi lain, dia mendukung Pertamina untuk memperbaiki tata kelolanya. Sebab, Pertamina merupakan aset besar bangsa Indonesia.

Dituntut 20 Tahun, Jaksa Sebut Makelar Kasus Zarof Ricar Ciderai Lembaga Peradilan

"Kita juga mendukung Pertamina untuk memperbaiki tata kelolanya sehingga menjadi perusahaan yang lebih baik lagi. Bagaimanapun Pertamina kan aset besar bangsa Indonesia, salah satu kekuatan ekonomi bangsa Indonesia," jelas dia.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak tujuh orang ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS tahun 2018-2023.

"Menetapkan tujuh orang saksi menjadi tersangka," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Senin, 24 Februari 2025.

Ketujuh tersangka tersebut adalah RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF selaku Dirut PT Pertamina International Shiping; AP, selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International; dan MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

Lalu dua lainnya yakni, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan YRJ, selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera. Mereka pun langsung ditahan Korps Adhyaksa.

Sementara itu pada Rabu, 26 Februari 2025, Kejagung kembali menetapkan dua tersangka baru. Mereka yaitu Maya Kusmaya yang merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga. Kemudian, ada Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.

Modus yang dilakukan dalam kasus tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS tahun 2018-2023, sungguh culas.

Dalam kasus ini modusnya adalah mengoplos bensin jenis Pertalite dengan Pertamax. Hal itu dilakukan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaaan lewat pengadaan produk kilang. Riva membeli bahan bakar minyak (BBM) Ron 90 dengan harga BBM Ron 92. Lalu, kemudian dioplos.

”Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS (Riva) melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah (dari Ron 92) kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk menjadi Ron 92,” ungkap Harli.

Apa yang ini dilakukan ini merugikan masyarakat triliun rupiah. Berdasar penghitungan awal, dalam kasus ini kerugian keuangan negara mencapai Rp 193,7 triliun. Sebab, selain modus oplos Pertalite dengan Pertamax, juga dilakukan modus lainnya. Seperti, ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah lewat broker, serta impor BBM melalui broker.

Kerugian pun muncul buntut pemberian kompensasi dan kerugian pemberian subsidi. Jika dirinci, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi 2023 sekitar Rp 126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi 2023 Rp 21 triliun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya