DPR Bilang TAP MPR dan UU Polri Beri Ruang Polisi Aktif Jabat Sekjen DPD

Irjen Mohammad Iqbal Dilantik menjadi Sekjen DPD RI (sumber: DPD RI)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Jakarta, VIVA – Penempatan Irjen Mohammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI dinilai memiliki dasar hukum yang kuat. TAP MPR dan Undang-undang Polri memberi ruang bagi polisi aktif untuk duduk di posisi Sekjen DPD RI.

UU ASN Jadi Dasar Hukum Pengangkatan Irjen Iqbal sebagai Sekjen DPD

Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menyatakan penempatan Iqbal tersebut merujuk pada filosofi konstitusional Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai sesuai mandat reformasi Polri dalam TAP MPR No. 7 Tahun 2000.

"Secara khusus Memorie Van Teolichting TAP MPR tersebut, memberikan moral call pentingnya Polri melakukan peran pelayanan publik pada masyarakat dengan karakter sipil secara profesional dan sesuai kebutuhan masyarakat. Hal ini semakin dipertegas pada kewajiban konstitusional Polri pada Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI 1945 yang menegaskan tugas dan fungsi kepolisian sebagai pengayom, pelindung, pelayan masyarakat serta penegakan hukum. Semangat inilah yang mengilhami karakter hukum lahirnya UU Polri.," jelas Rudianto Lallo.

Prabowo Teken Perpres Pelindungan Jaksa, Polri Beri Respons

Ia menambahkan, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian juga memberikan legitimasi penempatan perwira tinggi Polri di luar institusi kepolisian.

Bunyi Perpres yang Diteken Prabowo Kalau Jaksa Dapat Perlindungan TNI-Polri

"Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian menyatakan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Namun, penugasan aktif juga dimungkinkan jika relevan dengan fungsi kepolisian dan berdasarkan perintah Kapolri," paparnya.

Legislator yang akrab disapa Rudal itu juga menyoroti Pasal 28 Ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian yang berbunyi, "Anggota Kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian". Menurut Rudal, berdasarkan tafsir autentik ketentuan Pasal 28 (3) UU tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan, "Jabatan di luar Kepolisian" adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

"Artinya berdasarkan tafsir otentik dengan logika hukum acontrario jika jabatan tersebut memiliki sangkut paut dengan tugas dan fungsi Kepolisian dan/atau dengan berdasarkan penugasan Kapolri hal tersebut dapat dilakukan terhadap perwira tinggi polisi aktif selama berdasarkan penugasan Kapolri dan relevan dengan tugas dan fungsi Kepolisian sebagaimana mandat Konstitusi Pasal 30 Ayat (4) UUD NKRI 1945 yang didasarkan pada kebutuhan lembaga dan semangat sinergi antarinstitusi untuk meningkatkan pencapaian tujuan bernegara," jelas dia.

Anggota Fraksi Partai NasDem itu menjelaskan, penempatan Irjen Iqbal sebagai Sekjen DPD harus dilihat secara utuh, baik dari aspek filosofis maupun regulasi.

"Ini bukan hal baru. Selama penugasan tersebut sesuai dengan kebutuhan lembaga dan mendukung sinergi antar-institusi, maka secara hukum sah dilakukan," tegasnya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Demokrasi (PSHD) Ade Irfan Pulungan menilai secara umum bahwa pati Polri menduduki jabatan sipil tidak melanggar aturan. Hal ini merujuk pada praktik serupa di sejumlah kementerian dan lembaga, di mana perwira aktif Polri juga menduduki jabatan sipil.

"Secara praktik, anggota Polri menduduki jabatan sipil sudah lama terjadi. Beberapa kementerian seperti Kemendagri dan Kemenkumham juga memiliki pejabat dari Polri," kata Ade Irfan.

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jokowi-Ma'ruf Amin itu menambahkan, yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai anggota Polri ketika bertugas di ranah sipil tetapi tetap melakukan penugasan di institusi asalnya. Ade Irfan menyarankan adanya gagasan cuti dari kedinasan.

"Misalnya dengan cuti dinas, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan," jelas Ade.

Ade menegaskan, penempatan Irjen Iqbal di DPD bukan kasus pertama. "Di KKP dan kementerian lain juga ada. Jadi, sebenarnya posisinya sama saja, selama tidak ada penyalahgunaan wewenang," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya