Kejaksaan Didorong Audit Forensik Pasca Sritex Pailit untuk Telusuri Asetnya

Gedung Kejaksaan Agung
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor, Dendy Zuhairil Finsa mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melakukan audit forensik pasca PT. Sri Rejeki Isman (Sritex) pailit. Menurut dia, hal ini perlu dilakukan untuk menelusuri dugaan adanya pengalihan aset Sritex secara ilegal.

Kejagung Sita Lagi Rp1,3 Triliun dari Kasus CPO, Totalnya Terkumpul Tembus Rp13 Triliun

Kata dia, meski Sritex tidak lagi berkewajiban membayar utang setelah pailit, kekayaan pribadi para pemilik perusahaan masih sangat besar. Salah satu prinsip yang bisa digunakan dalam kasus ini adalah "piercing the corporate veil", yakni menembus batas entitas hukum perseroan untuk menyeret pemilik ke dalam tanggung jawab pribadi. 

Dendy menjelaskan walaupun Sritex adalah perseroan terbatas, jika terbukti para pengendalinya menggunakan perusahaan untuk memperkaya diri secara melawan hukum, maka aset pribadi mereka bisa disita. 

Google Akhirnya Diperiksa Soal Dugaan Korupsi Chromebook, Ini yang Didalami Kejagung

"Audit forensik pasca pailit harus dilakukan untuk menelusuri kemungkinan adanya pengalihan aset secara ilegal. Jika terbukti ada korupsi yang melibatkan keuangan negara, maka mereka bisa dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor,” kata Dendy dikutip pada Selasa, 17 Juni 2025.

Mantan Dirut Sritex Iwan Setiawan Lukminto (tengah) dikawal petugas.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
Eks Ketua MK: Tidak Mungkin Kejagung ‘Sembarangan’ Cegah Nadiem

Dendy menilai langkah Kejaksaan untuk mengejar aset pribadi pemilik Sritex sangat diperlukan, apalagi memiliki dasar hukum yang kuat melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 18 yakni untuk menyita dan merampas aset pelaku, termasuk jika disamarkan atau dialihkan kepada orang lain.

"Kejaksaan perlu dan sangat patut mengejar aset pribadi pimpinan Sritex, jika terbukti ada korupsi atau penyalahgunaan wewenang guna mengembalikan kerugian keuangan negara," jelas dia.

Di samping itu, Dendy mendorong adanya reformasi menyeluruh mulai dari pengawasan korporasi hingga sistem hukum kepailitan agar kasus seperti ini tidak terjadi kembali ke depannya. Sebab, kata dia, kasus ini mencerminkan titik lemah sistem hukum dan regulasi korporasi di Indonesia.

Makanya, lanjut Dendy, perlu audit forensik rutin terhadap perusahaan yang mendapat pinjaman dari bank-bank BUMN, serta pembenahan sistem pembiayaan agar tidak sembarangan memberikan pinjaman kepada debitur bermasalah.

"Harus ada pengawasan ketat terhadap pengalihan aset perusahaan, khususnya menjelang kepailitan, serta regulasi yang memungkinkan pemilik atau pengurus perusahaan dimintai tanggung jawab pribadi jika terbukti beritikad buruk (bad faith). Jika dibiarkan, ini menjadi preseden buruk dan melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, tim penyidik akan kembali memeriksa Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto alias IKL. Pemeriksaan terhadap Iwan itu terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit dari empat bank.

Jadwal pemeriksaan lanjutan terhadap Iwan telah ditetapkan pada Rabu, 18 Juni 2025, sekitar pukul 09.00 WIB.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan fokus pemeriksaan kali ini tetap berkaitan dengan proses pengajuan dan pencairan fasilitas kredit dari sejumlah bank kepada PT Sritex, serta dugaan penyimpangan penggunaan dana tersebut.

"Ini kan proses pengajuan dan pencairan kredit dari beberapa bank kepada PT. Sritex dan juga yang bersangkutan itu kalau enggak salah menjadi direktur di tiga anak perusahaan," ujar Harli pada Senin, 16 Juni 2025.

Menurut dia, Sritex ini punya sejumlah perusahaan sehingga penyidik ingin meminta keterangannya kembali dari Iwan Lukminto.

"Jadi, ya PT. Sritex ini punya unit-unit usaha. Punya perusahaan-perusahaan jadi yang bersangkutan menjadi direktur. Sehingga, sangat penting, sangat urgent bagi penyidik untuk melihat benang merah terkait soal penyaluran kredit," jelas Harli.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya