Jadi Saksi Meringankan, Teman Kuliah Ungkap Hasto Pernah Tolak Tawaran jadi Mensesneg dan Menkominfo
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Seorang teman kuliah S3 Hasto Kristiyanto di Universitas Pertahanan, Cecep Hidayat menjelaskan bahwa Hasto pernah menceritakan bahwa menolak tawaran menjadi menteri kabinet di tahun 2014 dan 2019. Â
Cerita itu, diungkap Cecep melalui keterangannya menjadi saksi meringankan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di kasus dugaan korupsi berupa pemberian suap dan perintangan penyidikan PAW DPR RI 2019-2024. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat 20 Juni 2025.
Cecep menjelaskan bahaa Hasto Kristiyanto menolak tawaran menjadi menteri sebanyak dua kali. Hasto lebih memilih untuk mengurusi partai.
Terungkapnya hal itu, setelah tim penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy menanyakan kepada Cecep terkait tawaran menjadi menteri.
"Pernah nggak Saudara Hasto Kristiyanto menyampaikan ingin menjadi menteri atau ingin menjadi pejabat gitu? atau tidak gitu? dan alasannya kenapa tidak mau jadi pejabat negara?" tanya Ronny Talapessy di ruang sidang.
Kemudian, Cecep menuturkan terkait dengan adanya peran seorang Sekjen atas kemenangan besar PDIP.
"Jadi seperti saya sampaikan tadi ya kemenangan PDI Perjuangan dan terpilihnya Presiden ke-7 itu tidak dapat lepas dari kontribusi seorang Sekjen partia besar ya, seperti Pak Hasto ini. Kenapa saya sampaikan demikian ? karena tadi itu kerja bersama, tapi orkestrasi yang manage itu itu adalah Sekretaris Jenderal," ucap Cecep.
Lebih lanjut, kata Cecep, Hasto juga pernah menolak tawaran menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) di 2014 dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di 2019 karena memilih mengurus partai.Â
"Nah setlah itu kalaau kita coba apa namanya, tadi yang ditanyakan adalah untuk tawaran ya, sependek ingatan saya dan juga bisa lihat mungkin ya di media, dan saya kira pernah disampaikan ke teman-teman juga seingat saya, itu di 2014 ini Pak Hasto ditawari Mensesneg dan 2019 ditawari Menkominfo tapi tidak diterima. Pak Hasto lebih memilih untuk mengurus partai," sebut.
Cecep menilai Hasto berpandangan jika pengurus partai sama terhormatnya dengan pejabat negara. Menurut Cecep, pandangan itu yang membuat Hasto menolak tawaran menjadi menteri tersebut.
"Kenapa? jadi kalau pandangan saya ya, menurut hemat saya menjadi pengurus partai itu sama terhormatnya jadi pejabat negara, jadi menteri, kepala daerah, wakil kepala daerah dst. Itu sama hormatnya dalam pandangan beliau," ujar Cecep.
"Yang kedua justru butuh partai yang baik, kelembagaan yang baik agar bisa melahirkan ya tadi, kepala daerah, wakil kepala daerah, menteri dan seterusnya. Jadi dua variabel ini yang kemudian saya kira menjadi alasan beloau tidak, Pak Hasto ini tidak berkenan juga (menjadi menteri). Jadi lebih memilih bekerja membesarkan partai untuk menegakan partai," sambungnya.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020. Â
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Â
Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan. Â
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.