Negara Luar Soroti Masa Berlaku Sertifikat Halal, Legislator Golkar: Regulasi Itu Langkah Maju
- Istimewa
Jakarta, VIVA - Dinamika terkait implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang mencabut batas waktu masa berlaku sertifikat halal jadi sorotan DPR RI. Regulasi itu dinilai jadi spirit untuk menciptakan ekosistem halal yang lebih efisien.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Aprozi Alam. Menurut dia, dari dinamika yang berkembang, regulasi itu juga untuk mendukung pertumbuhan industri produk halal di Indonesia. Tanpa mengorbankan integritas kehalalan produk.
"Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 merupakan langkah maju dalam menyederhanakan birokrasi dan meringankan beban pelaku usaha, khususnya UMKM, dalam mendapatkan dan mempertahankan sertifikasi halal," kata Aprozi, dalam keterangannya, dikutip pada Selasa, 8 Juli 2025
Dia bilang pencabutan batas waktu masa berlaku sertifikat jadi bukti komitmen untuk mendorong percepatan sertifikasi halal. "Dan, menjadikan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia," ujarnya.
Sertifikasi Halal UMKM
- bpjph.halal.id
Namun, ia juga tak menampik adanya pandangan dan pertanyaan dari beberapa negara mitra dagang terkait validasi kehalalan produk yang bersertifikat seumur hidup. Tanpa adanya peninjauan berkala secara otomatis.Â
"Kami memahami bahwa perspektif dari negara-negara luar, yang selama ini menjadi pasar atau mitra kita dalam ekosistem halal global, perlu kita dengarkan secara objektif," jelas Aprozi.Â
Bagi dia, kekhawatiran negara luar terkait potensi akurasi kehalalan produk dalam jangka panjang jika tak ada mekanisme verifikasi ulang yang eksplisit adalah sesuatu yang mesti ditelaah lebih jauh.
Aprozi mengatakan, esensi dari sertifikasi halal adalah jaminan berkelanjutan atas proses dan komposisi produk. Dijelaskan dia, prinsip dalam regulasi baru ini adalah kepercayaan penuh kepada pelaku usaha untuk melaporkan setiap perubahan komposisi bahan dan proses produk halal kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).Â
"Ini adalah mekanisme kontrol yang diharapkan mampu menjaga akurasi kehalalan. Namun, tantangannya adalah bagaimana memastikan mekanisme pelaporan ini berjalan efektif dan pengawasannya tetap kuat di lapangan," jelasnya.
Pun, ia juga mendorong agar BPJPH dan kementerian/lembaga terkait untuk secara proaktif melakukan langkah-langkah strategis. Cara itu dengan melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap efektivitas mekanisme pelaporan perubahan komposisi dan proses produk. Kemudian, sistem pengawasan pasca-sertifikasi.
Selain itu, menurut dia, perlu juga meningkatkan dialog dan kerja sama dengan lembaga-lembaga halal internasional. Hal itu untuk menyamakan persepsi dan memperkuat Mutual Recognition Arrangement (MRA).
Dengan demikian, sertifikat halal Indonesia tetap diakui secara global. Kata dia, BPJPH juga perlu memperkuat sosialisasi kepada pelaku usaha mengenai tanggung jawab penuh mereka dalam menjaga kehalalan produk secara berkelanjutan dan kewajiban pelaporan perubahan.
Lebih lanjut, dia menyampaikan Komisi VIII DPR RI akan terus mengawal implementasi Undang-Undang tersebut.Â
"Memastikan bahwa tujuan besar untuk memajukan industri halal nasional dapat tercapai tanpa sedikit pun mengorbankan integritas dan jaminan kehalalan produk yang menjadi kepercayaan umat dan konsumen global," ujarnya.Â
"Kita perlu mencari titik keseimbangan terbaik antara efisiensi regulasi dan akuntabilitas jaminan halal yang diakui dunia," kata Aprozi.
Sebelumnya, saat Rapat Kerja BPJPH dengan Komisi VIII DPR pada Senin kemarin disampaikan ada sorotan dari negara lain terkait dengan pencabutan masa berlaku sertifikat halal yang semula 4 tahun, menjadi berlaku sepanjang masa. Kebijakan itu berlaku selama produk tersebut masih tetap di produksi.Â
Negara luar pun mempertanyakan keputusan itu. Sebab, jika tak ada batas waktu masa berlaku sertifikat halal, maka akan bisa mempengaruhi keakuratan kehalalan produk setelah mendapat sertifikat halal.
Â