Sepanjang Januari-Juli 2025 Polda Riau Tangani 35 Kasus Karhutla, 44 Orang Jadi Tersangka
- Istimewa
Pekanbaru, VIVA – Kepolisian Daerah Riau terus memperkuat penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang hingga kini masih menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan publik, dan perekonomian daerah.
Dalam periode Januari hingga Juli 2025, Polda Riau bersama jajaran Polres telah menangani 35 kasus Karhutla dengan 44 orang tersangka dan luas lahan terbakar mencapai 269 hektare.
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menegaskan, langkah tegas yang dilakukan jajarannya merupakan komitmen moral dan strategis dalam melindungi lingkungan hidup di Bumi Lancang Kuning.
Kapolda Riau Inspektur Jenderal Polisi Herry Heryawan
- VIVA.co.id/Fajar Ramadhan
Menurutnya, penegakan hukum ini bukan hanya soal pelanggaran administratif. Ini tentang keberpihakan kita kepada alam, kepada hak hidup rakyat atas udara bersih, dan kepada generasi mendatang.
"Tidak ada ampun bagi pembakar hutan. Jika Anda bakar hutan, Anda membakar masa depan bangsa. Kami akan datang menjemput,” ujar Kapolda di Balai Serindit, Pekanbaru, Selasa 22 Juli 2025.
Polda Riau mencatat, sepanjang Juli 2025 saja terdapat 23 laporan polisi Karhutla, dengan 29 orang tersangka dan total luas lahan terbakar mencapai 213 hektare.
Di antara kasus-kasus menonjol, salah satunya terjadi di Bukit S, Desa Sungai Salak, Rokan Hulu, dengan luas lahan terbakar mencapai 30 hektare. Tiga orang tersangka telah diamankan, termasuk pemilik lahan yang diduga kuat menyuruh anak buahnya melakukan penyiapan lahan dengan cara membakar.
Kepolisian juga menyita barang bukti berupa alat pemantik, cangkul, dokumen lahan, dan peralatan pertanian. Para pelaku mayoritas mengakui motif pembakaran adalah untuk membuka kebun kelapa sawit.
Terhadap mereka, diterapkan pasal-pasal pidana berlapis, antara lain Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, dan KUHP, dengan ancaman maksimal 10 hingga 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar.
Kapolda juga menegaskan, pendekatan Green Policing bukanlah jargon belaka, melainkan gerakan konkret yang mengintegrasikan edukasi, deteksi dini, dan penegakan hukum sebagai satu kesatuan.
“Green Policing adalah cara kami menjaga tuah dan marwah negeri ini. Karena kalau hutan rusak, ekosistem pun hancur, dan ekonomi rakyat pun ikut runtuh. Kita tidak ingin Riau dikenal sebagai pengirim asap lintas negara. Kita harus berubah,” kata Herry.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Hanif Faisol, menyampaikan apresiasi tinggi atas langkah Polda Riau dalam mendorong kolaborasi lintas sektor.
“Saya sangat mengapresiasi inisiatif Polda Riau dalam menyelenggarakan apel siaga Karhutla. Kolaborasi lintas sektor yang dibangun di Riau harus menjadi contoh nasional. Pencegahan adalah kunci. Jangan sampai kita hanya reaktif saat api sudah menyebar,” ujar Hanif.
Ia menambahkan, pihaknya telah menginstruksikan seluruh jajaran untuk memperkuat patroli pengawasan bersama aparat kepolisian dan TNI di wilayah rawan Karhutla.
“Riau harus bebas asap, rakyat sehat, dan investasi tidak terganggu,” tegasnya.
Ia menyerukan pentingnya kesadaran kolektif dalam menjaga lingkungan. Menurutnya, tanggung jawab menjaga bumi bukan hanya berada di pundak pemerintah, tetapi juga masyarakat dan dunia usaha.
“Kita sudah lihat sendiri, bagaimana kerusakan lingkungan berdampak pada banjir, kekeringan, kabut asap, bahkan konflik sosial. Jadi mari kita berhenti hanya menyalahkan, mari kita mulai memperbaiki,” kata Menteri Hanif.