Istana Tegaskan Amplop Kondangan Tak Kena Pajak
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membantah isu amplop kondangan atau hajatan dikenai pajak.
Prasetyo menyebut Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah memberikan keterangan terkait isu tersebut.Â
Dia menegaskan, sampai saat ini tidak ada pungutan pajak terhadap amplop hajatan atau kondangan seperti yang beredar.Â
"Kemenkeu dalam hal ini direktotat pajak kan sudah menjelaskan ya mengeni isu yang sedang ramai di publik bahwa akan ada pengenaan pajak terhadap sumbangan dari acara-acara pernikahan. Ndak ada itu, belum," ucap Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 25 Juli 2025.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi soal kabar terkait amplop dari hajatan atau kondangan, yang akan dipajaki oleh pemerintah.Â
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli menegaskan, informasi tersebut dipastikan tidak benar dan tidak ada rencana terkait hal itu di Ditjen Pajak Kemenkeu.
Ilustrasi Pajak
- pexels.com/Nataliya Vaitkevich
"Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari DJP maupun pemerintah, yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital," kata Rosmauli dalam keterangannya, Rabu, 23 Juli 2025.
Kabar soal amplop hajatan bahkan dipajaki awalnya diutarakan oleh Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Danantara dan Kementerian BUMN.Â
Dia mengaku mendengar bahwa hal itu sebagai dampak pengalihan dividen BUMN ke Danantara, sehingga negara kehilangan pemasukan dan harus mendapatkan sumber pemasukan baru.
"Pernyataan tersebut mungkin muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip perpajakan yang berlaku secara umum," ujarnya.Â
Rosmauli menjelaskan, ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis memang dapat menjadi objek pajak, termasuk hadiah atau pemberian uang. Namun dalam penerapannya tidak serta-merta berlaku untuk semua kondisi.Â
"Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP," kata Rosmauli.
Dia juga mengingatkan bahwa sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, yaitu setiap wajib pajak melaporkan sendiri penghasilannya dalam SPT Tahunan.
"DJP tidak melakukan peungutan langsung di acara hajatan dan tidak memiliki rencana untuk itu," ujarnya.