Sosiolog Kriminalitas Ungkap 5 Kejanggalan Kematian Diplomat Kemlu Arya Daru: Bukan Bunuh Diri?
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Polisi mengatakan tidak ditemukan unsur pidana dalam kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan.
Polisi menyimpulkan Arya meninggal karena kehabisan napas setelah ditemukan tewas dengan wajah terlilit lakban di kamar kosnya, Jakarta Pusat, 8 Juli 2025.
Namun, pendapat berbeda datang dari sosiolog kriminalitas asal Yogyakarta, Soeprapto, yang menemukan sedikitnya lima kejanggalan dalam kasus ini.
1. Isi Tas Misterius di Rooftop
Berdasarkan rekaman CCTV, Arya terekam naik ke rooftop lantai 12 Gedung Kemlu pukul 21.43 WIB, membawa tas gendong dan kantong belanja. Namun saat turun pukul 23.09 WIB, kedua tas itu sudah tidak tampak. Soeprapto mempertanyakan isi tas tersebut, apakah hanya dokumen kerja, atau juga pakaian?
“Jika ditemukan dokumen maka tujuan ke rooftop terkait profesinya. Namun kalau ada pakaian maka perlu dikaji. Jika pakaian pria, mungkin untuk keperluan dinas ke Finlandia. Tapi kalau pakaian perempuan apakah sesuai ukuran istrinya, kalau tidak sesuai, pakaian itu untuk siapa. Saat di atas (korban) berkomunikasi dan atau bertemu siapa” ujarnya, dikutip dari tvOnenews, Kamis, 31 Juli 2025.
2. Waktu Tempuh Dinilai Tak Masuk Akal
Jarak antara kantor Kemlu dan kos Arya di Menteng sekitar 3,7 kilometer. Anehnya, Arya terekam turun dari rooftop pukul 23.09 dan sudah sampai di kos pukul 23.23—hanya butuh 14 menit. Padahal, kata dia, estimasi tercepat perjalanan tanpa hambatan dari lantai dasar adalah 17 menit.
3. Pintu Kamar Terkunci Rapat
Kamar tempat Arya ditemukan terkunci dengan tiga lapis sistem keamanan. Saat korban terekam sedang membuang sampah, CCTV tidak merekam siapa pun yang membuka atau menutup pintu. Soeprapto menduga kemungkinan ada orang lain yang sempat masuk ke dalam kamar.
4. Obat CTM di Tubuh Korban
Tim Puslabfor menemukan dua jenis obat dalam tubuh Arya: parasetamol dan CTM (chlorpheniramine). CTM dikenal sebagai antihistamin dengan efek samping mengantuk. Soeprapto menilai, kemungkinan CTM diberikan untuk melemahkan korban sebelum “dieksekusi.”
"Saya tetap mencurigai jangan-jangan keberadaan CTM itu merupakan salah satu upaya membuat agar korban tidak berontak ketika mendapatkan eksekusi," ucapnya.
5. Teknik Lakban yang Tidak Masuk Akal
Cara lakban melilit kepala Arya juga menimbulkan kecurigaan. Menurut Soeprapto, kecil kemungkinan seseorang bisa melilit lakban sendiri dengan rapi dari arah atas atau bawah tanpa bantuan.
“Kalau lakban dari atas, rambut akan licin dan susah nempel. Kalau dari bawah ke atas, korban pasti panik karena napas tertutup duluan. Tapi ini rapi sekali. Mustahil dilakukan sendiri,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa posisi tubuh korban saat ditemukan terlalu "tenang" untuk kasus bunuh diri karena sesak napas. “Kalau benar bunuh diri karena saluran napas ditutup, pasti posisinya tidak akan sebagus itu,” katanya.
Soeprapto juga menyoroti hilangnya penjaga kos dan ponsel Arya yang tidak dijelaskan hingga kini. Baginya, semua hal itu cukup untuk menyimpulkan bahwa kematian Arya Daru belum bisa ditutup begitu saja.