BPOM: Kasus Keracunan MBG Bukan karena Bahan Makanan, tapi Cara Pengolahannya
- Yeni Lestari/VIVA
Jakarta, VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan, pihaknya memegang peran strategis dalam memastikan keamanan pangan pada program tersebut. Hal ini disampaikan di tengah desakan penghentian program Makan Bergizi Gratis (MBG) usai ribuan siswa mengalami keracunan massal.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menyatakan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, lembaganya bertanggung jawab dari hulu hingga hilir dalam pengawasan pangan.
“Jadi dengan demikian, apa fungsinya? Kita punya peran sangat strategis terhadap Makan Bergizi Gratis. Oleh karena itu tugas kami, kita mulai mengawasi dari bahan bakunya. Kemudian kita juga latih SPPI-nya termasuk para penjamanya. Terakhir kita juga rekognisi dapur-dapurnya yang disebut SPPG. Apa gunanya itu? Supaya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Taruna, saat ditemui di Jakarta Pusat dikutip Jumat 26 September 2025.
Siswa pelajar di Bandung Barat keracunan massal MBG
- Ist
Ia menambahkan, bila kejadian keracunan tetap terjadi, BPOM juga bertanggung jawab dalam mitigasi bersama berbagai pemangku kepentingan, termasuk dinas kesehatan daerah.
“Tentu mitigasinya juga kita bertanggung jawab. Kita bekerjasama dengan berbagai stakeholder termasuk dengan dinas-dinas kesehatan di daerah. Jadi food security, food safety itu menjadi tanggung jawab berdasarkan undang-undang kepada badan pemerintah,” jelasnya.
Taruna mengakui persoalan utama bukan pada bahan makanan, melainkan pada pengolahannya. Karena itu, BPOM mengusulkan pelibatan komunitas sekolah untuk memperkuat pengawasan.
“Saya melihat pada umumnya pada pengolahan. Dan oleh karena itu kita belajar, kita bersama dengan badan gizi, juga kita bersama-sama dengan bidang lainnya, Departemen Dalam Negeri untuk dinas-dinas kesehatan supaya betul-betul nanti tidak terjadi lagi,” tegasnya.
“Dan kami usulkan, supaya wali sekolah, komuniti yang ada di sekolah, dapur-dapur sekolah itu termasuk guru-gurunya dilibatkan. Sehingga, kan yang paling tahu situasi setiap sekolah yang menerima manfaatnya para guru-guru dan tentu orangtuanya. Dan itu menjadi kewenangan kami,” paparnya.
Sebelumnya, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan program MBG. Koordinator JPPI Ari Hardianto menilai masalah yang muncul bukan kesalahan teknis, melainkan sistematis.
Data JPPI mencatat, hingga 21 September 2025 sudah terdapat 1.092 kasus keracunan siswa akibat MBG, setelah pada 14 September tercatat 5.360 kasus.
“Kami sampaikan kepada Pak Prabowo, pertama hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis tapi kesalahan sistem, karena kejadiannya menyebar di beberapa daerah,” kata Ari dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Senin 22 September 2025.
tvOnenews/Abdul Gani Siregar
