Soal Rangkap Jabatan, Luhut dan Nusron Diminta Contoh JK

Jusuf Kalla Islah Terbatas Partai Golkar
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Politikus senior Partai Golkar, Jusuf Kalla, yang menjabat sebagai Wakil Presiden, tak masuk dalam kepengurusan Golkar periode 2016-2019. JK lebih memilih untuk fokus dengan tanggung jawabnya saat ini ketimbang menerima jabatan dalam "Kabinet Akselerasi Kerja".

Adik Jusuf Kalla dan 3 Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar Belum Ditahan, Polri Beberkan Alasannya

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, mengatakan JK memahami betul apa yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo. Alasannya, Jokowi menginginkan pengisi kursi menteri di kabinetnya menanggalkan jabatan pengurus partai politik.

"JK memahami kode etik sebagai bagian dari pemerintahan Jokowi," kata pengamat politik yang akrab disapa Toto itu dihubungi VIVA.co.id, Selasa, 31 Mei 2016.

Terseret Korupsi PLTU Kalbar, Polri Cegah Adik Jusuf Kalla ke Luar Negeri

Toto mengakui bahwa dahulu JK punya tafsir yang berbeda ketika menjadi Ketua Umum Partai Golkar dan menjadi Wapres saat zaman Presiden SBY.

"Tapi kan sekarang pemahaman JK berubah, seharusnya itu bisa jadi contoh untuk Luhut atau Nusron," kata dia lagi.

Tere Liye Sebut Silfester Matutina Sakti: 6 Tahun Jadi Terpidana Tak Kunjung Dibui!

Menurut Toto, rangkap jabatan bukan hanya soal masalah kode etik saja, akan tetapi juga masalah kepatutan. Apalagi, dalam sistem presidensial, memang kata Toto hal tersebut belum dibiasakan tradisinya agar tidak rangkap jabatan.

"Dalam sistem presidensial tidak pernah dibiasakan tradisinya. Tapi dalam masa pemerintahan Jokowi itu mulai dibiasakan, dan seharusnya itu didukung semua pihak termasuk dalam kasus ini," tegas dia.

Toto mencontohkan, memang ketika pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terdahulu justru lebih banyak pejabat di negeri ini yang rangkap jabatan sebagai nahkoda atau pengurus partai politik.

"Pak JK dulu kan Ketum Golkar rangkap jabatan jadi Wapres. SBY juga Ketum Demokrat jadi Presiden. Menteri-menteri juga banyak yang rangkap jabatan era SBY," ungkap Toto.

Yunarto menerangkan, dalam sistem presidensial di negara lain, seorang menteri itu tidak diperbolehkan masih memiliki jabatan ditubuh partai politik. Sebab, dalam sistem presidensial menjadi pejabat negara itu sama artinya juga menjadi bagian dari pemerintahan.

"Itu yang menyebabkan dalam sistem presidensial seharusnya menteri atau Presiden tak boleh rangkap jabatan di partai tertentu. Karena itu bisa mendegrasi istilah pejabat negara yang mereka emban," terang dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya