Ekonom Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2025 Hanya 4,94 Persen

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 sebesar 4,94 persen secara year on year (yoy). 

Rincian 6 Stimulus Ekonomi Juni-Juli 2025, Pekerja Bergaji Rp 3,5 Juta ke Bawah dapat BSU Lagi

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky mengatakan, perkiraan itu mempertimbangkan perkembangan terkini kondisi ekonomi domestik, dan tekanan ekonomi global akibat tarif  perdagangan Presiden AS Donald Trump.

"PDB Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,94 persen di kuartal I-2025, kisaran estimasi dari 4,93-4,95 persen, dan 4,95 persen untuk full year 2025 kisaran estimasi dari 4,9 persen hingga 5 persen," ujar Riefky dalam laporannya, Senin, 5 Mei 2025.

Pertumbuhan Ekonomi 5,8 Persen pada 2026 Dinilai Kurang Optimis, Ini Penjelasannya

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi/Realisasi Investasi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Riefky menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir mesin pertumbuhan struktural ekonomi Indonesia cenderung melemah. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan daya beli, menyusutnya jumlah kelas menengah, dan melemahnya produktivitas sektoral secara persisten.

Bank Mandiri Tebar Hadiah Ratusan Juta di FJGS 2025, Begini Cara Dapatnya

Suramnya kondisi ekonomi domestik saat ini jelas Riefky, diperparah oleh tekanan eksternal akibat eskalasi perang dagang oleh Presiden Trump terkait rencana pengenaan tarif impor terhadap 90 negara dan kawasan serta adanya risiko tindakan balasan dari berbagai negara. 

"Menciptakan efek kejut yang masif terhadap perekonomian global, meningkatkan ketidakpastian dan kepanikan di sektor riil dan pasar keuangan seluruh dunia," jelasnya.

Meskipun saat ini rencana pengenaan tarif impor oleh AS sedang ditangguhkan, namun dia menilai bahwa potensi perang dagang berskala global masih mungkin terjadi. Akibatnya bisa memicu berbagai risiko negatif terhadap Indonesia, seperti arus investasi, perdagangan internasional, inflasi impor, depresiasi mata uang, tekanan di postur fiskal, serta perlambatan ekonomi secara menyeluruh.

"Menimbang perkembangan terkini terkait kondisi ekonomi domestik dan tekanan ekonomi global, Indonesia tidak berada pada posisi yang baik untuk meraup potensi manfaat dari perang dagang yang akan terjadi. Di sisi lain, kondisi ekonomi domestik juga belum menunjukkan adanya pemulihan produktivitas secara signifikan." imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya