Anindya Bakrie Yakin Negosiasi Dagang RI-AS Rampung Sebelum 8 Juli 2025, Simak 3 Faktornya
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie meyakini, negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) akan bisa tercapai sebelum tanggal 8 Juli 2025.
Dia mengatakan bahwa optimisme terkait hal itu dirasakannya usai bertemu dengan Presiden AS, Donald Trump, pada sebuah pertemuan informal yang dilakukan keduanya di Qatar pada awal Mei 2025 lalu.
"Kemungkinannya itu ada, untuk bisa melakukan kesepakatan (dengan AS) sebelum 8 Juli," kata Anindya saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Rabu, 28 Mei 2025.
Dalam pertemuan informal dengan Donald Trump itu, Anindya menceritakan bahwa Trump telah menyampaikan keinginannya untuk mempercepat kerja sama ekonomi dengan Indonesia.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 28 Mei 2025
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
"Saya bertanya langsung, 'Pak Trump, menurut Anda apakah kesepakatan dengan Indonesia bisa terjadi?’. Beliau menjawab, 'Kami ingin berbisnis. Kami ingin mencapai kesepakatan sebelum 8 Juli’," ujar Anindya.
Menurutnya, terdapat 3 alasan utama yang menjadi faktor pendukung terciptanya kesepakatan dagang RI-AS tersebut. Pertama yakni soal peluang penyeimbangan neraca perdagangan RI-AS, dimana Indonesia bisa mengalihkan impor produk turunan migas dari Timur Tengah ke Amerika Serikat dengan nilai mencapai US$40 miliar.
Anindya meyakini, langkah itu akan membuka ruang ekspor yang lebih besar bagi produk unggulan Indonesia, seperti misalnya produk alas kaki, elektronik, furnitur, dan tekstil. Hal itu dapat dilakukan seiring upaya meningkatkan ekspor AS untuk komoditas seperti kedelai, gandum, kapas, dan susu.
Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie
- VIVA.co.id/Fajar Ramadhan
Kedua, potensi investasi strategis dari Indonesia melalui Danantara dengan dana kelolaan sebesar US$900 miliar dan dividen tahunan US$10 miliar, dinilai mampu mendorong investasi Indonesia di sektor hulu migas AS guna mempererat kerja sama strategis kedua negara.
Ketiga, Anindya menyoroti peluang kerja sama dalam pasokan mineral penting (critical mineral). Menurutnya, ketergantungan AS pada China dalam rantai pasok mineral penting telah membuka ruang bagi Indonesia untuk berperan sebagai mitra alternatif strategis.
"Jadi, tiga hal itulah yang membuat saya pikir kesepakatan itu bisa dicapai," ujarnya.